Mohon tunggu...
Arfino Irtondo
Arfino Irtondo Mohon Tunggu... Narator, Penulis, Aktor, Pengisi Suara, Penyiar, Terapis bekam/pijat refleksi -

Anti basa-basi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bencana Gunung Kelud dalam Berbagai Tafsir dan Reaksi

14 Februari 2014   14:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:49 1051
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bencana letusan Gunung Kelud yang terjadi Kamis malam, 13 Februari 2014 beserta efek yang ditimbulkannya sampai beberapa waktu setelahnya, selain meramaikan pemberitaan media masa, juga melengkapi reaksi masyarakat yang mereka tuangkan melalui media sosial, termasuk facebook. Para pengguna media sosial facebook, melaui status dan foto yang mereka upload, mengabarkan keadaan tempat mereka yang terkena dampak letusan Gunung Kelud.

Keadaan sebuah kampung di Jogjakarta yang terkena abu dampak letusan Gunung Kelud. Foto oleh Aryo Gatza

"Kampungku yang hijau, kini berwarna abu-abu. Begitupun langit di atasnya, tertutup abu Gunung Kelud," tulis seorang teman, satu di antara ribuan kabar yang diunggah melalui media sosial. Sementara teman-teman yang tidak terkena dampak letusan, menanyakan kabar teman lainnya.

1392368731542076285
1392368731542076285
Seorang warga mengenakan tutup wajah dan kaca mata untuk mengurangi efek buruk debu vulkanik agar tetap beraktivitas pada Jumat siang ini. Foto Aryo Gatza

Seorang teman mengungkapkan status sederhana di fb:“Gunung Kelud meletus, hanya Gunung Kelud sendiri yang tahu bahwa ia perlu meletus. Manusia tidak tahu.”

Ada juga beberapa teman yang ingatan mereka terlempar kepada masa kecil saat menggemari gambar-gambar kartun melalui poster yang diproduksi oleh Gunung Kelud.

Teman saya yang lain mengatakan harapannya yang khusus ia kirimkan ke inbok fb saya: “Semoga Gunung Merapi gak marah dilempari abu oleh Gunung Kelud."

*

Lain lagi dengan teman saya yang satu ini. Ia mengatakan bahwa Gunung Kelud sudah terlalu banyak bermuatan sirik. Ia memaparkan alasannya bahwa banyak masyarakat yang menaruh sesaji di sekitar Gunung Kelud. Oleh sebab itu, letusan Gunung Kelud adalah reaksi kemurkaan Tuhan atas kesirikan umat manusia.

Teman yang mengaitkan letusan Gunung Kelud dengan tahun Politik 2014 juga ada. Bahkan ia pun melengkapinya dengan sejarah masa lalu bangsa Indonesia.

Di masa lalu Gunung Kelud meletus…” tulis teman saya melalui statusnya, “…menandakan kelahiran Raden Tetep alias Rajasa Nagara alias Prabu Hayam Wuruk. Pemimpin yang membawa Majapahit menuju kejayaanya. Di tahun 2014 ini, Gunung Kelud memuntahkan laharnya lagi. Apakah pertanda kelahiran pemimpin baru yang akan membawa Indonesia ke puncak kejayaanya? Tanda-tanda sudah ada, pilihan tetap di tangan Anda!!!

*

Ada tafsiran yang tak kalah menarik tentang bencana Gunung Kelud. Ia mengatakan tafsiran itu melalui statusnya setelah solat Jumat siang ini. Bisa jadi ia terinspirasi menafisrkan setelah mendengar ceramah Jumat. Atau dengan demikian, secara tidak langsung, ia mengungkapkan ulang tafsiran ustad penceramah solat Jumat.

Teman yang mengungkapkan pendapatnya yang dia sertai dengan gambar ayat al-Quran itu menulis: “Maaf bukan bermaksud mengotori al-Quran yang Maha Suci ini. Hanya memberi marker sedikit di surat dan ayatnya. Setelah kulihat dan dengar Sang Ustad berkhotbah Jumat, beliau menyebutkan surat THAAHAA ayat 14. Di situ dijelaskan bahwa kita harus selalu mengingat akan Kuasa Alloh. Hanya Alloh-lah yang patut disembah, bukan yang lain. Dan Sang Ustad menyampaikan kepada jamaah untuk selalu memperhatikan tanda-tanda kebesaran Alloh seperti musibah yang terjadi di 2014 ini."

1392382183836788417
1392382183836788417
Halaman surat Thaahaa dalam al-Quran. Foto oleh Bima Sakti

“Dan setelah kubuka lagi al-Quran yang Maha Suci ini…” masih tulis teman saya, “…kutemukan di Kitab tersebut surat "THAAHAA" surat ke-20 ayat 14, telihatlah angka 20 dan 14. Di sinilah kebesaran Alloh SWT masuk ke dalam hatiku untuk melihat tanda-tanda kebesaran-Nya.”

Dalam tulisan ini saya kutipkan terjemahan dari ayat dan surat yang dimaksud oleh teman saya itu: "Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku. Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingatku."

Reaksi, pendapat, tafsiran atau apa pun, syah-syah saja muncul atas terjadinya sesuatu. Ada pun kebenarannya tentu saja hanya Tuhan Sang Maha Tahu yang tahu. Saya pribadi terus menunggu kabar terbaru. Kabar tentang semangat ketabahan dan kesabaran, sehingga masyarakat dimudahkan dalam mengatasi dan menghadapi ketidakmudahan akibat bencana ini.

Juga saya ingin mengungkapkan harapan, masih mengutip teman saya: “Tahun 2014 ini kita harus lebih mengingatkan diri kita lagi untuk tidak lalai kepada Sang Maha Kuasa: Alloh SWT. Aamiin....”

*

Tulisan saya lainnya:

Siapa Sebenarnya Hamba Allah yang Memberikan Sumbangan?

73 Golongan Islam adalah Islam yang Satu

Lempar Sandal Sembunyi Kesal

Membuat Film Berdasarkan Buku Favorit

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun