Negara dibentuk untuk menjamin kelayakan hidup setiap anak bangsa. Ia merupakan tatanan formal kehidupan yang paling universal dari kehidupan berbangsa. Keberadaan negara adalah wujud dari kehendak bersama dari komponen suatu bangsa (rakyat) untuk membentuk tatanan kehidupan yang lebih baik.
Untuk mensejahterakan bangsa, negara diberi kewenangan oleh rakyat untuk memanfaatkan sumber daya bangsa. Negara juga diberi mandat untuk membentuk suatu pengaturan hidup bersama yang dijadikan pedoman tentang bagaimana warga bangsa menjalani kehidupan bersama ditengah kemajemukan yang ada. Pengaturan itu adalah untuk mengelola perbedaan kepentingan di antara komponen bangsa dan menjamin keterpenuhan hak dan pelaksanaan kewajiban setiap warga dalam konteks hidup bersama. Negara juga diberi mandat untuk melaksanakan pelayanan kepentingan warga untuk menggapai kehidupan yang layak dan sejahtera.
Untuk menjalankan fungsi pengaturan dan pelayanan itu, negara kemudian membentuk lembaga-lembaga yang kita kenal sebagai lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Selayaknnya sebuah sistem negara juga membutuhkan personil sebagai penggerak sistem. Personil itu, yang lebih dikenal sebagai aparat negara, adalah warga negara yang bekerja menyelenggarakan kehidupan bernegara, hal mana adalah wujud paling nyata dari pengaturan hidup bersama suatu bangsa. Sebagai aparat negara, mereka tentunya bekerja tersebar pada seluruh lembaga negara, namun demikian, rekrutmen, pembinaan, dan pengelolaan aparat negara adalah tugas lembaga eksekutif (pemerintah). Itulah sebabnya, Sekjen DPR, BPK, KPK dan lembaga negara lainnya secara operasional bertanggung jawab kepada pimpinan masing-masing lembaga, namun secara administrasi bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang ditunjuk untuk itu.
Dalam praktiknya aparatur negara dibagi dalam dua jenis yaitu aparat militer dan aparat sipil. Secara jamak aparat militer adalah aparat yang bertugas menjaga keselamatan negara secara fisik dari gangguan dan ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negara. Sementara aparat sipil bertugas meyelengggarakan pengaturan hidup bersama (melalui fungsi pemerintahan) dan pelayanan hak warga (fungsi pelayanan).
Sampai pada titik ini, jelaslah bagi kita, bahwa polisi adalah salah satu penyelanggara pengaturan hidup bersama karena bertugas menjaga keamanan /ketertiban masyarakat dan menegakkan hukum. Mereka adalah pegawai sipil yang diberikan hak menggunakan senjata untuk membela diri ketika terancam saat menjalankan tugasnya. Bedakan dengan tentara yang berhak menembak mati musuh negara atas nama hukum perang, meski tak sedang terancam. nyawanya. Sebagian kalangan ingin meng-subordinat-kan Polri (setara Badan pemerintah) di bawah kementerian Dalam Negeri untuk meredam kultur militeristik polisi (warisan Orba). Keinginan ini wajar, mengingat selama ini anggota Polri belum seutuhnya membersihkan diri dari kultur yang salah kaprah itu, meski mereka mengaku terus menerus bereformasi.
Di lain pihak, TNI secara kultur masih belum bersih dari egoisme sebagai aparat negara yang mendominasi semua bidang kehidupan, kultur mana juga merupakan warisan Orba. Singkatnya, anggota TNI belum semuanya memahami bahwa, dalam keadaan damai, tugas mereka adalah berlatih dan belajar ilmu perang. Bentuk pelampiasan hasil latihan anggota TNI bukanlah melalui intimidasi warga secara fisik, namun sebaiknya digunakan untuk membantu penanganan bencana alam dan kecelakaan massal, yang itupun, hanya dilaksanakan jika ada permintaan dari aparat sipil.
(bersambung...)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H