Jejaring sosial di era digital seperti saat ini oleh sebagian besar orang identik sebagai kebutuhan primer. Menurut Wikipedia, social media is aniformation content created by people using highly accessible and schalable publishing technologies. Bahkan saat ini jejaring sosial semakin beraneka ragam misalnya, twitter, facebook, myspace, Google+ dsb. Keistimewaan jejaring sosial dengan keluasan jaringan dan kecepatan informasi mengajak berbagai kalangan untuk turut serta didalamnya. Menurut Ace M. Ichsan (2009:2) sejarah situs pertemanan dimulai dengan hadirnya situs - situs komunitas online, seperti theglobe.com (1994), Geocities (1995), Tripod (1995).
Kemudahan akses kian mengukuhkan jejaring sosial sebagai suatu kebutuhan. Misalnya, muncul berbagai handphone yang menyediakan fitur khusus sehingga bisa langsung tersambung di jejaring sosial facebook, twitter. MarkPlus menjalankan sebuah survei terhadap beban trafik data operator penyedia layanan BlackBerry, dan menghasilkan angka 45% di antaranya dipergunakan untuk email, 45% untuk chatting dan social networking khususnya Facebook dan 10% sisanya untuk browsing (Kompasiana, 2010). Banyak dari pengguna Facebook kini mengakses situs jejaring tersebut 24 jam nonstop dan berada di dua tempat, satu di notebook atau PC, satu lagi via ponsel (Kompasiana, 2009).
Perkembangan jejaring sosial di Indonesia bahkan sangat tinggi. Tercatat pengguna facebook di Indonesia saat ini ada diangka 40.418.460 dan menduduki peringkat kedua pengguna facebook terbanyak di dunia. Sedangkan jejaring sosial twitter, Indonesia berada di peringkat keempat sebanyak 22% dari pengguna twitter di dunia (TV Kompas, 24/9).
Idealnya sebuah teknologi terapan pada dasarnya sangat bermanfaat dalam memudahkan manusia untuk mencapai sesuatu yang diinginkan secara efisisen dalam waktu yang singkat. Namun, kemajuan teknologi jejaring sosial ini bertendensi berbanding terbalik dengan frekuensi tatap muka (face to face) komunikasi antar pribadi.
Dalam bukunya Beebe mengatakan, komunikasi yang paling efektif dalam komunikasi interpersonal, terutama mengekspresikan perasaan, terjadi ketika tidak ada media yang mengganggu kejelasan pesan atau penundaan feedback (timbal balik) penerima pesan. Jika ditarik sebuah garis lurus antara fenomena jejaring sosial facebook dan twiteer dengan komunikasi antar pribadi maka akan terjadi kerancuan. Bawasannya dalam komunikasi facebook dan twiteer adalah menggunakan media. Hal ini juga seirama dengan riset desain antarmuka yang mengamati dampak berbagai ukuran layar (Wearden, Fidler, Schierhorn, fan Schierhorn, 1998).
Komunikasi menggunakan media jejaring sosial facebook dan twitter justru dijadikan sarana pengganti proses komunikasi secara tatap muka. Bisa jadi tahapan komunikasi mulai dari tahapan kontak, tahapan keakraban, bahkan hingga pemutusan dilakukan lebih intens menggunakan media.
Fenomena ini sejalan dengan Riset Desain Antarmuka. Dalam buku teori komunikasi Werner menuliskan tentang investigasi yang dilakukan Moon&Nass (1996), gagasan tentang subjek berkomunikasi dengan komputer. Mereka mengatakan hasil dari eksperimen menunjukkan bahwa para pengguna menerima kepribadian komputer layaknya "nyata". Artinya, dimana orang - orang yang ada dalam dunia maya jejaring sosial dari hasil eksperimen menunjukkan seolah - olah nyata.
Pada komunikasi menggunakan media jejaring sosial bisa saja terjadi ketidak sepahaman arti disebabkan tidak ada non verbal yang membantu. Padahal, komunikasi secara non verbal akan membantu untuk menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal (Devito, 1997 : 178).
Intensitas menggunakan media jejaring sosial facebook dan twitter akan berdampak pada penangkapan feed back yang tidak dapat secara langsung ditangkap antarpribadi. Selain itu kedalaman dan keluasan dalam komunikasi antarpribadi menggunakan media jejaring sosial tidak akan maksimal. Keterbatasan karakter dalam facebook dan twitter, tidak ada stimulan yang lain juga berpengaruh.
Intensitas menggunakan jejaring sosial yang tinggi menjadi candu karena keasyikan yang ditawarkan, selanjutnya menawar intensitas komunikasi antarpribadi. Disebabkan seseorang intensitasnya tinggi menggunakan jejaring sosial (facebook dan twitter) maka semakin rendah intensitas komunikasi face to face pada komunikasi antarpribadi.
Mungkin benar ada idiom baru mengatakan, "jejaring sosial mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat". Namun, bagaimanapun keadaannya secara ideal pertemuan secara langsung adalah hal yang terpenting. Bukankah menjalin silaturahmi akan membuat kita umur panjang dan banyak rezeki? Jejaring sosial bukan cara kita menjadi antisosial bukan. (Arfika)