Literasi dasar merupakan  kemampuan dasar seseorang dalam membaca, menulis, mendengarkan dan berhitung. Literasi dasar merupakan pondasi awal seseorang untuk berkomunikasi dan bersosialisasi secara baik di tengah-tengah kehidupan masyarakat.Â
Literasi dasar bertujuan untuk membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat dengan cara membaca berbagai informasi bermanfaat serta membantu meningkatkan tingkat pemahaman seseorang dalam mengambil kesimpulan dari informasi yang dibaca.
Literasi sangat erat kaitannya dengan perpustakaan. Keberadaan perpustakaan memiliki peran yang sangat vital dalam memberi stimulus kepada masyarakat untuk meningkatkan minat baca dan menulis.Â
Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang perpustakaan pasal 2 menjelaskan bahwa perpustakaan diselenggarakan berdasarkan azas pembelajaran sepanjang hayat, demokrasi, keadilan, keprofesionalan, keterbukaan, keterukuran dan kemitraan.Â
Perpustakaan harus bisa menjadi pusat pembelajaran masyarakat tanpa segmentasi usia guna pemerataan akses informasi yang komprehensif serta memiliki capaian maupun tujuan untuk mengentaskan permasalahan melek huruf dan permasalahan pendidikan. Sinergitas bersama dibutuhkan agar peran dan keberadaan perpustakaan sebagai pusat pembelajaran masyarakat.
Perpustakaan bukan saja tempat untuk meminjam dan membaca buku, namun perpustakaan harus bisa menjadi wadah bagi masyarakat untuk bertukar informasi maupun diskusi. Pemerintah melalui kebijakan Perpusnas RI perihal transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan usaha yang dilakukan untuk pemberdayaan masyarakat serta mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan budaya literasi.Â
Intervensi pemerintah daerah juga sangat dibutuhkan untuk mensukseskan program tersebut. Program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial diharapkan mampu mengentaskan kemiskinan akses informasi pada masyarakat di tengah-tengah arus globalisasi seperti saat ini.Â
Masyarakat juga harus pro aktif dengan adanya program tersebut. Wajah perpustakaan yang selama ini melekat pada masyarakat sebagai tempat meminjam dan membaca buku kini perlahan mulai berubah. Perpustakaan kini memiliki wajah baru sebagai tempat untuk pembelajaran, pemberdayaan dan wadah bertukar informasi.
Peningkatan budaya literasi ini merupakan langkah konkrit dan kepedulian pemerintah untuk memprsiapkan generasi emas penerus bangsa di tahun 2045 mendatang. Program ini dapat terwujud dengan jika mendapat dukungan penuh dari semua elemen masyarakat.Â
Melalui transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, masyarakat kini bukan lagi menjadi objek dari kebijakan-kebijakan yang ada. Masyarakat harus bisa menjadi subjek dalam hal pengambilan keputusan terhadap usaha-usaha pembelajaran dan pemberdayaan  yang menjadi skala prioritasnya.
Penanaman nilai-nilai akan pentingnya budaya literasi harus disosialisasikan secara masiv guna persiapan mengahadapi bonus demografi yang diperkirakan terjadi pada tahun 2020 - 2035.Â