Mohon tunggu...
Ade Irmanus
Ade Irmanus Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Yakin Usaha Sampai.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mimbar Akademik dan Budaya Intelektual yang Semakin Terkikis

27 Maret 2019   09:41 Diperbarui: 27 Maret 2019   09:51 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Menyandangpredikat sebagai mahasiswa (kaum intelektual) merupakan sebuah tanggung jawabmoral dan tanggung jawab sosial yang besar. Dalam konsep tatanan sosial,mahasiswa tidak hanya sibuk dengan ritual-ritual akademik saja, lebih pentingdari itu adalah mahasiswa memiliki pengaruh sosial besar atas keberadaannya ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Seperti dikatakan Kuntowijoyo dalam "Islam;Interpretasi untuk Aksi" bahwa intelektual berada di masyarakat untukmeminjamkan pisau analisisnya, sehingga masyarakat bisa merumuskan sendirijawaban atas persoalannya. Artinya, keberadaan mahasiswa di tengah-tengah setingsosial masyarakat turut pula membawa pencerahan dan penyadaran yang dapatmengedukasi masyarakat.

Tentunya,untuk dapat mempertajam penglihatan dan merespons kondisi kekinian disekitarnya, kaum intelektual harus sadar akan posisinya sebagai intelektualorganik -meminjam istilah Antonio Gramschi- yakni intelektual yang hidup dimasyarakat dan bermasyarakat. Artinya, kaum muda harus terlibat aktif dalamsetiap proses dan dinamika yang terjadi di masyarakat. Kondisi ini harusdidukung penuh oleh perguruan tinggi sebagai wadah para intelektual yangtercerahkan untuk mempertajam responsibilitas dan daya nalar terhadap isu-isukontemporer yang sedang berkembang. Sudah tidak mengherankan lagi di zamansekarang ini Perguruan tinggi yang bersifat industrialis, hanya menghasilkanlulusan-lulusan untuk mengisi keperluan dunia pasar, bukan lagi melahirkanpejuang-pemikir maupun pemikir pejuang yang tentunya mempunyai moral value yangtinggi. Dari realita ini dapat Kita prediksi ketika mahasiswa lulus hanya adadua pilihan, yang pertama akan mengurangi angka pengangguran atau bahkanmenambah angka pengangguran?.

Krisisidentitas yang terjadi di kalangan mahasiswa dipengaruhi oleh dinamika internalmahasiswa, terbelit ritual formal akademik, terbelenggu oleh perbedaanpandangan politik, budaya, dan sosial. Sehingga terjadi desentralisasi ruanggerak mahasiswa dan tumpang tindih akan tanggung jawaabnya. Mahasiswa sekarangcenderung menjadi follower, mahasiswa menjadi objek bukan menjadi subjekterhadap arus perubahan dalam tataran global maupun nasional. Mahasiswasekarang ini lupa akan peran dan fungsinya sebagai agen perubahan, kontrolsosial. Mereka terlena dengan budaya konsumerisme dan pragmatisme yang perlahanmenggerogoti nalar krtisnya, karena kritisisme adalah DNAnya mahasiswa.

Menghidupkan kembalibudaya intelektual

Budayaintelektual merupakan budaya  yangdibangun untuk menumbuhkan nalar kritis, responsif, sererta solutif terhadapisu-isu kontemporer yang sedang berkembang di masyarakat. Tiga hal yang harus dilakukanoleh kalangan mahasiswa adalah yang pertama budaya membaca, Kita dapat mengetahui minat baca mahasiswa sekarangdengan sangat mudah dan kasat mata, ruang perpus yang menyediakan banyakliterasi bacaanpun ramai dikunjungi ketika hanya ada tugas dari dosen, bahkanyang lebih ironis dan memalukan adalah perpus ramai ketika sudah mendekatiwaaktu pengerjaan skripsi, biasanya ini dialami oleh mahasiswa tingkat akhir.Kedua, budaya diskusi yang semakinsepi ditinggal oleh mahasiswa, forum-forum kecil diskusi di kampus sudah tidakmenarik lagi atau mereka sendiri yang sudah tertarik dan terlena dengangadgetnya masing-masing? Atau mahasiswa sekarang lebih suka gosip dan membualtentang pemerintah tanpa adanya data dan fakta yang valid, karena dalam forum diskusimahasiswa belajar tentang cara penyampaian fakta dan menampilkan data yangvalid. Diskusi merupakan wadah mahasiswa untuk menajamkan nalar kritisnya danbelajar menyampaikan argumennya yang logis dan sistematis. Ketiga, budaya aksi yang kadang dinilai negatifdan tidak ada manfaatnya karena harus panas-panasan turun ke jalan danberteriak lantang menyampaikan aspirasi rakyat. Sadarlah Kalian wahai mahasiswayang (katanya) haus akan perubahan dengan berpegang teguh pada prinsipkebenaran!. Mungkin bagi mahasiswa yang sudah enak di zona nyamannya akanberkata demikian, tetapi bagi mereka yang benar-benar mendambakan perubahanmereka akan turun ke jalan, simpelnya adalah ketika mereka turun ke jalan sajaterkadang masih tidak di dengar, apalagi mereka yang hanya bisa berkomentar diwarung-warung kopi sambil makan mendoan, sadarkah suara Kalian akan di dengar?!

Pesatnya kemajuandi bidang teknologi, membuat arus informasi cepat Kita peroleh. Kita semakin dimanjakandengan akses internet yang mudah dan cepat. Mentalitas mahasiswa sekarang lebihsuka yang instan dan tidak ingin repot, apakah ini dampak dari dimanjakannyamahasiswa dengan pesatnya kemajuan teknologi? Kembali ke pribadi masing-masingmahasiswa, jangan sampai terlena dengan berbagai fasilitas teknologi yangtersedia. Proses tabayun (teliti) harus menjadi pedoman utama dalam meresponarus informasi yang begitu deras Kita peroleh. Lagi-lagi mahasiswa harus rajinBaca, diskusi dan aksi supaya mental mereka terbentuk dan berdaulat atasdirinya sendiri. 

Kemudianyang wajib dikuasai mahasiswa sekarang adalah menulis, ahli bahasa mengatakan menulis adalah mengikat makna. Artinya,dengan menulis kita dapat mengkristalkan apa yang kita baca dan diskusikan.Dengan demikian, informasi yang kita gali dan dapatkan bisa menjadi pemahamanyang sempurna. Selain itu, menulis juga merupakan bukti 'ketajaman pena'intelektual. Sebab, dengan menulis kita dapat menyebarkan informasi, ide, dangagasan kepada khalayak. Hal ini, mengingat budaya dokumentasi merupakan halyang penting dalam dunia intelektual. Bukan hanya sebagai pengikat makna,melainkan sebagai rekam jejak dan pemikiran.

Kampus sebagai wadahintelektual

Perguruantinggi bukan hanya menjadi ruang transfer ilmu pengetahuan saja. Melainkan,menjadi wadah untuk menumbuh kembangkan budaya intelektual. Perguruan tinggiharus berperan aktif dalam menciptakan iklim  intelektual yang baik di lingkungan kampus.Menjadikan kampus sebagai ruang intelektual  bagi insan akademis yang ada di dalamnya.Proses pembangunan mentalitas mahasiswa dirasa saangat penting karena ruhperguruan tinggi adalah mahasiswa. Perguruan tinggi harus memiliki tujuanjangka panjang bagi lulusaannya, bukan hanya jangka pendek untuk bisamenyalurkan lulusannya pada pasar kerja. Lebih penting dari itu, perguruantinggi harus menyiapkan tipe lulusan yang pejuang pemikir maupun pemikirpejuang. Seperti yang pernah dikatakan oleh Tan Malaka "idealisme adalahkemewahan terakhir yang hanya dimiliki oleh pemuda" Dengan idealismenya, pemudamaupun mahasiswa dapat merubah tatanan masyarakat menjadi lebih baik lagi,mahasiswa harus visioner terhadap arah pembangunan bangsa, IPK bukan masadepanmu, masa depanmu adalah proses yang telah dilalui dengan usaha memperkayakhazanah keilmuan, membangun kembali budaya intelektual di Kampus, berkarya danmembuat tatanan masyarakat menjadi lebih baik lagi dengan keberadaan lulusanperguruan tinggi.

Menciptakaniklim intelektual yang baik bukan perkara yang mudah di era seperti sekarangini, pasalnya ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi iklim intelektual diKampus. Kendala internal dan kendala eksternal selalu mengahantui paramahasiswa. Narasi yang dibangun pertama kali oleh kampus yang sudah terdistorsibahwa setelah lulus para mahasiswa dijanjikan dengan bebagai tawaran kerja yangnyaman, hidup yang sejahtera dengan modal label sarjana serta modal IPKnya. Halyang demikian yang mengkonstruksi pemikiran awal mahasiswa bahwa Mereka adalahkaum yang memiliki kelas sosial tinggi yang nantinya akan siap bersaing didunia kerja, itu pun belum bisa menjadi jaminan mutlak. Perguruan tinggi(kampus) harus memberi sentuhan yang baik kepada mahasiswanya untuk mengetahuiminat dan bakat para mahasiswa, bukan hanya sibuk memonitor angka-angka IPKmahasiswa saja. Kampus harus pro aktif terhadap soft skill yang dimilikimahasiswa di luar disiplin ilmu yang sedang ditekuninya, dengan begitumahasiswa merasa dilibatkan dalam proses pembentukan mental dan karakter sertadapat memaksimalkan nalar dan logikanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun