Pahlawan Ekonomi Nusantara atau PENA menjadi program yang patut diprioritaskan dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia. Sejak berjalan dalam skala kota madya (Surabaya) tahun 2010 dan sudah dicoba di beberapa daerah di Indonesia hingga 2022 oleh Ibu Tri Rismaharini (Menteri Sosial RI), ternyata program ini memberikan dampak signifikan dan layak digalakkan untuk daerah yang memiliki tingkat kemiskinan ekstrem/ tinggi.
Namun, ada konsep Tripusat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang laik untuk diperhitungkan sebagai fondasi memperkokoh program PENA di Indonesia. Dua dari Tripusat Pendidikan ini sudah dioptimalisasi melalui peran ibu rumah tangga (keluarga) dan komunitas masyarakat pada program ini. Akan tetapi, perlu adanya keterlibatan ‘sekolah’ sebagai elemen penguat yang menjadi wahana edukasi generasi, agar program ini dan masalah kemiskinan menjadi kajian dan tanggung jawab bersama. Lalu, apa saja keterlibatan sekolah dalam menyukseskan program PENA ini?
Seperti yang kita ketahui, sekolah merupakan lembaga yang diyakini guna mewujudkan tujuan pendidikan (masa depan) yang baik secara karakter, IPTEK, dan keterampilan/ kecakapan hidup bagi peserta didik. Sehingga, ada korelasi keterlibatan yang harus diambil sekolah dalam program PENA ini, terutama dalam social learning dan menjaga muruah bangsa agar merdeka dari kemiskinan.
Pertama, Kemensos bisa melaksanakan perlombaan di lingkungan pendidikan yang berbasis menggali-temukan potensi daerah, inovasi produk dan Teknologi Tepat Guna (TTG) dalam mengoptimalisasi produksi-promosi produk lokal, serta pengurangan tingkat kemiskinan di daerah. Perlombaan ini dapat berupa kompetisi karya tulis ilmiah (penelitian) dan inovasi pelajar serta guru.
Selanjutnya, Kemensos juga bisa menggelar perlombaan “Sekolah Pahlawan Ekonomi Nasional (Sekolah PENA)”, yang mana sekolah ini memiliki andil dalam aksi dan edukasi pengentasan kemiskinan, yaitu melalui upaya inovatif-efektif dalam memanfaatkan potensi daerah, serta berkolaborasi dalam pemberdayaan masyarakat berbasis kesejahteraan sosial. Misalnya, melaksanakan gerakan “Peduli Kemiskinan, Peduli Masa Depan!”, mengadakan pemilihan duta sosial pelajar, hingga melaksanakan events (festival, perlombaan, talkshow, bazar produk lokal, peringatan hari besar sosial nasional, dsb.) di sekolah/ daerah dengan tema “Gelorakan perekonomian lokal, memerdekakan bangsa dari kemiskinan!”
Akhirnya, sekolah merupakan salah satu kaki tripod eksistensi PENA di masa depan, selain adanya keluarga dan masyarakat yang sudah menjadi subjek dan objek pengentasan kemiskinan di Indonesia. Dari sekolah kita bisa mencari tahu apa sebenarnya problematika kontekstual dan kebutuhan di daerah, termasuk mewariskan praktik-praktik baik dan pembelajaran berbasis kepedulian dan tanggung jawab bersama kepada siswa. Maka dari itu, yuk kita berinvestasi jangka panjang dalam menangani masalah kemiskinan ini. Karena sekolah adalah aset masa depan. Marilah kita berinvestasi dengan tepat dan berkelanjutan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H