Bukan kepentingan untuk mencari untung pelaksana terlebih untuk kepentingan kolam air deras yang merusak tata kelola air pada saluran irigasi!
Saya meragukan keberhasilan program tersebut, terlebih dari awal program ini dijalankan sudah berapa kali mendapatkan intervensi dari para pengusaha, terbukti sudah berapa kali diadakannya penundaan. Semoga keraguan ini mampu dijawab dengan tercapainya tujuan program tersebut.
IPDMIP bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan pangan nasional yang mengedepankan kemajuan sektor pertanian, serta meningkatkan kesejahteraan petani Indonesia, khususnya Kabupaten Musi Rawas! Dan yang harus menjadi perhatian bersama adalah bahwa pola pelaksanaan program ini berbeda dari program yang pernah dilaksanakan.Â
Terdapat perubahan paradigma dari transaction based menjadi result based dan dari rule based menjadi principle based. Skema keuangan pada kegiatan ini menggunakan result based lending (RBL). Untuk itu, diakhir program ini nanti tentu ada evaluasi yang harus dipertanggungjawabkan.
Informasi yang saya terima bahwa alokasi dana 28 MILYAR rupiah itu hanya diperuntukan untuk pengerjaan jembatan dan kantong lumpur, pintu penguras kantong lumpur dan bangunan ukur, Saluran Primer BK 1B, 1 s.d BK 4, Saluran Sekunder Siring Agung, Tanah Periuk, Ketuan dan Ketuan Tiga, pengerjaan pintu kolam ikan, pengerjaan rehabilitasi bangunan, dan pengerjaan landscape disekitar bendungan watervang. (Baca; Sebelum dilakukan Adendum)
Jika melihat item pengerjaan tersebut, tentu jauh dari ekspektasi untuk mencabut akar masalah yang diinginkan para petani sawah yang berteriak keadilan di kawasan paling hilir.Â
Bak buah simalakama, disatu sisi sawah mereka tidak berfungsi baik karena kekurangan air, disisi lain ketika mereka mengalihfungsikan sawah tersebut terbentur dengan aturan yang dibuat oleh pemerintah daerah. (Baca; Perda Musi Rawas Nomor 3 Tahun 2018 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan)
Isu-isu yang telah membenturkan penolakan program ini (baca; Aliansi Peduli Petani; Tolak Pengeringan) dan mendukung Rehabilitasi patut diduga sudah didesign oleh oknum-oknum yang berkepentingan untuk melancarkan turunnya anggaran tanpa dibarengi "kematangan" perencanaan/mapping of problems (Overall Work Plan (OWP) dan Annual Work Plan (AWP)) program ini tetap berjalan (baca; dateline program harus selesai tahun 2022)
Sosialisasi terkait pelaksanaan yang dijanjikan pada Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Linggau Streaming dengan tajuk Rehabilitasi Saluran Irigasi, Petani Bisa Apa? bersama Mantan Kepala BBWS VIII Sumatera Selatan, tampaknya tidak berjalan maksimal.Â
Indikatornya adalah sebagian besar petani tidak mengetahui, apa saja item pengerjaan pada kegiatan rehabilitasi tersebut? Apakah sudah tepat pada akar permasalahannya?
Kemudian, Apa bentuk partisipasi mereka terhadap kegiatan ini? Sudah berapa persen keterlibatan gender pada pelaksanaan program ini, dan masih banyak lagi pertanyaan yang dibutuhkan jawabannya dari para pemangku kebijakan (baca: Kementerian PUPR melalui Dirjen SDA dan BBWS VIII Sumatera Selatan)