Perlengkapan dapur dari anyaman bambu, seperti nyiru, besek, tumbu, tompo, kukusan, tedok, erek, sewur, dan sejenisnya pada masa kini sudah jarang dipakai. Bahkan sudah banyak yang tidak tahu lagi nama dan kegunaannya. Kecuali bakul dan nyiru atau tempeh.
Perkembangan jaman dan teknologi telah menggeser perlengkapan dari bambu tersebut dengan perlengkapan yang terbuat dari plastik, aluminium, atau stainless yang awet.
Hanya masyarakat tradisional yang masih bertahan menggunakan dengan alasan terbiasa dengan alat tersebut. Tak ayal perlengkapan semacam ini masih banyak dijual di pasar-pasar tradisional. Demikian juga pengrajin perlengkapan tersebut tetap bertahan hingga kini.
Salah satunya adalah Pak Sugeng dan istrinya sepasang suami istri di Desa Jipangan, Kapenewon Bangunjiwo, Bantul Yogyakarta. Mereka merupakan pengrajin  tambir atau tedok yang telah digeluti lebih dari dua puluh lima tahun.
Tambir atau tedok ada dua macam, yang rapat dan renggang anyamannya. Tambir atau tedok yang rapat anyamannya untuk meniriskan kedelai yang baru dicuci dan dimasak sebagai bahan dasar membuat tempe. Tambir yang tidak rapat anyamannya untuk meniriskan pentol bakso yang baru dimasak.
Tambir juga digunakan untuk wadah nasi tumpeng saat ada acara doa bersama keluarga. Juga untuk wadah atau tempat gunungan hasil bumi sebelum diangkat dengan jodang pada saat acara ritual bersih desa.