Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Memahami Kearifan Lokal Pranata Mangsa dalam Bertani

14 September 2023   15:09 Diperbarui: 14 September 2023   15:19 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Irigasi surut namun penanaman tetap terjaga. | Dokumen pribadi 

Semakin dekat mangsa kalima atau ke-5 mendung semakin tebal dan perubahan suhu secara drastis kadang terjadi sehingga menyebabkan munculnya badai atau dalam budaya Jawa disebut lesus atau ulur-ulur. Bukan badai El Nino.
Fenomena alam ini dipahami oleh masyarakat tradisional sebagai suatu siklus yang terus berputar.

Bahwa kadang ada perubahan misalnya terjadi hujan di musim kemarau atau masyarakat Jawa menyebut udan salah mangsa adalah sesuatu yang lumrah karena adanya kondisi yang tak terduga. Misalnya meletusnya gunung yang bisa mengubah suhu secara signifikan dan hanya bersifat lokal.

Mangsa kapat mendung tipis mulai turun. | Dokpri 
Mangsa kapat mendung tipis mulai turun. | Dokpri 

Lahan siap tanam disambut mendung tipis. | Dokumen pribadi 
Lahan siap tanam disambut mendung tipis. | Dokumen pribadi 


Apakah pranata mangsa masih bisa diterapkan pada masa kini?

Perkembangan jaman, pengetahuan, dan teknologi serta tertatanya sistem irigasi memang mengubah usia tanaman. Pola tanam pun berubah.

Pada masa lalu usia padi sekitar 6 bulan setelah panen padi diganti menanam palawija. Demikian seterusnya.

Pada masa kini usia tanaman termasuk hortikultura semakin pendek. Sehingga dalam setahun bisa panen 2-3 kali. Namun ketergantungan pada irigasi, pupuk, dan pestisida meningkat juga.

Bagi petani tradisional masih menggunakan pranata mangsa dalam penanggalan musim tanam tanpa mengabaikan modernisasi sistem pertanian yang terintegrasi.

Sebagai contoh adalah petani-petani di wilayah dataran tinggi Dieng dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Para petani di perbukitan ini hanya mengandalkan irigasi dari curah hujan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun