Tiga tahun hidup di perantauan tanpa pulang gegara pandemi membuat rasa kangen pada kampung halaman di hati Jarwo begitu mendalam. Terutama kerinduan bertemu dengan Warsiti gadis pujaannya yang selama ini dipendamnya gegara belum bekerja.
Seminggu sudah ia berada di kampung halamannya lagi membuat ia begitu ceria.
Malam itu, Kamis Paing hujan yang turun rintik seharian tak mengurangi niat Jarwo mengunjungi Warsiti yang rumahnya di pinggir desa.
Suasana temaram dan sepi tak mengurangi niat Jarwo menunggu di emperan rumah Warsiti yang tampak kosong.
"Buat apa berteduh terus hujan tak akan reda," kata Mbah Jiran yang berjalan kaki menuju padepokan.
"Iya Mbah ini mau pulang...," Jawab Jarwo sambil tersenyum.
"Pakai saja payung itu," kata Mbah Jiran sambil menunjuk ke arah sebuah payung hitam lusuh yang bersandar di bawah jendela bambu.
Sekejap mengambil dan membuka payung, Jarwo tak lagi melihat Mbah Jiran. Bahkan bayangannya pun tak terlintas.
Sepuluh menit perjalanan pulang menyusuri jalanan yang sepi terasa begitu lama. Kerinduan akan pujaan hati yang membuat perjalanan ini diliputi kegelisahan.
000
Di depan rumah, tampak emaknya sudah menunggu di bawah petromax yang mulai redup kehabisan minyak tanah.