Ketika Jokowi masih menjabat sebagai walikota Solo lalu mencalonkan diri untuk menjadi gubernur DKI, suhu kehidupan politik di negeri ini menjadi gerah. Termasuk di Kompasiana. Tulisan-tulisan bernada minor dan mendukung bersautan.
Suhu semakin panas ketika Jokowi belum lama menjadi gubernur DKI Jakarta dengan berani mencalonkan diri sebagai calon presiden. Perang urat syaraf dengan tulisan pun semakin gencar dilakukan para pendukung dan penolak Jokowi di Kompasiana. Dan, semakin menjadi ketika Jokowi berhasil meraih kursi R1.
Disadari atau tidak para Kompasianer pun terbelah menjadi dua kubu. Pendukung dan penolak Jokowi. Sekali pun ada yang berpendapat 'cinta Jokowi tapi lebih cinta Indonesia'.
Rupanya, Kompasiana menyadari pendukung Jokowi lebih banyak. Maka dirangkullah para Kompasianer pecinta Jokowi untuk berkunjung ke istana. Sebuah kejutan yang membuat penolak Jokowi harus menarik nafas dalam-dalam dan pelan-pelan agar jantung tidak berhenti berdetak mendadak.
Para penolak Jokowi tidak menyerah terus mencari celah untuk menohok dan menggoyang Jokowi. Bagaimana pun caranya. Di antaranya, menggoyang Ahok wakil gubernur DKI yang berupaya maju menggantikan kedudukan Jokowi sebagai gubernur.
Ahok sebagai bayangan Jokowi terus digoyang seperti pohon agar buahnya rontok. Ahok yang meninggalkan Gerindra dan dianggap sebagai pengkhianat Prabowo sampai-sampai kehilangan kesabaran dan mudah marah.
Nasib sial dialami Ahok yang terkena abu panas atas kebijakan Jokowi mendepak Anies Baswedan dari Mendikbud. Anies Baswedan yang merasa dibuang mengambil posisi sebagai oposisi tak langsung dengan mencalonkan diri sebagai gubernur DKI Jakarta.
Ahok yang meledak-ledak dihadapkan dengan Anies Baswedan yang kalem tetapi para pendukungnya lebih meledak-ledak lagi. Ahok pun tersungkur di rumah tahanan Mako Brimob.
Penolak Jokowi sedikit menarik nafas lega tetapi bukan berarti sudah puas. Selama Jokowi masih duduk di kursi R1 mereka akan terus menggoyang.