Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kala Sukhoi SU 35 Menjatuhkan Bom

15 Maret 2022   08:25 Diperbarui: 15 Maret 2022   08:40 397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan seharian kemarin dan baru berhenti dini hari tadi membuat jalan setapak pematang sawah menjadi becek.
Kayuhan sepeda terasa begitu berat karena licin dan lumpur melekat erat di roda dan tuas rem. Beberapa kali saya jatuh tersungkur dan terpaksa harus menuntun sepeda agar tetap aman. Aman sepedanya. Biar tidak patah jari-jarinya atau forgnya.

Pematang tanah yang jauhnya tak lebih dari tiga kilometer betul-betul menguras tenaga. Apalagi diri ini sedang galau melihat tanaman kobis dikerumuni rerumputan dan gulma. Sulit mencari tenaga pencabut rumput di musim panen kali ini.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Di sebuah berem penyekat saluran irigasi, saya merebahkan diri sekedar melepas lelah dan kegalauan.

Masih ada sedikit mendung masih menggantung walau waktu sudah menuju tengah hari. Ingin segera diri ini terlelap diiringi suara gemerciknya air, derit rumpun bambu yang tertiup angin, dan kicau burung yang syahdu lembut mendayu. Tetapi di langit pesawat latih masih saja berputar-putar manuver.

Daerah kami memang tak jauh dari bandara Abdulrahman Saleh Malang. Hanya sekitar enam kilometer saja.
Begitu pesawat-pesawat kecil ini menjauh ganti pesawat Hercules yang bergantian dengan pesawat-pesawat komersial yang meraung-raung.
Kubayangkan betapa riuhnya langit Ukraina yang digempur Rusia dengan berseliwerannya rudal dan pesawat jet tempur yang mengerikan.
Tentu tak ada seorang pun yang bisa menikmati hidup dengan tenang. Apalagi rebahan seperti saya dan kita yang hidup damai saat ini.  

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Kecuali galaunya hati kita saat ini karena kenaikan harga elpiji non subsidi dan minyak goreng yang langka.

Semilirnya angin membuat diri ini terbuai. Dengan sedikit mengatupkan mata kulihat pucuk-pucuk bambu menari lembut. Dan tiba-tiba saja sebuah pesawat tempur menukik deras di bawah dua pesawat latih kecil. Lalu di atas hamparan sawah menjatuhkan bom.
Kaget ada bom diluncurkan di dekat kami dari pesawat tempur, saya pun lari. Belum satu langkah sudah jatuh di parit.
Segera saja saya bangkit untuk lari lagi.
Sambil mengusap wajah yang basah kulihat istriku tertawa kecil dan berkata,
"Makanya jangan tidur di situ..."

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun