Seperti yang penulis terangkan dalam catatan di bawah postingan, dalam dunia perwayangan antara wayang India dan Nusantara memang beda. Dalam wayang Jawa ada kisah-kisah carangan atau yang ditulis sesuai dengan kebudayaan Jawa. Salah satunya adalah kisah Gatotkaca Gandrung menceritakan romantisme seorang pemuda gagah perkasa namun ternyata begitu lemah ketika sedang jatuh cinta. Bahkan sampai bunuhdiri. Kisah carangan ini terkenal dengan sebutanp Gatotkaca Gandrung artinya Gatotkaca kasmaran.
Kisah matinya Gatotkaca karena bunuh diri inilah yang membuat pembaca Kompasiana menjadi bingung. Sebab yang mereka tahu Gatotkaca mati di tangan Karna. Jadi kisah mana yang benar? Keduanya sama-sama benar.
Matinya Gatotkaca bunuh diri sungguh menyentak pihak Pandawa. Maka Kresna yang mempunyai kesaktian lalu menghidupkan kembali satria Pringgadani ini supaya bisa menjadi prajurit yang ikut bertempur dalam perang Barata Yudha.
Bagi pecinta wayang yang hanya mengetahui kisahnya lewat tayangan televisi yang dikisahkan berdasarkan Mahabarata versi India tentu tidak mengetahui hal ini.
Inilah tantangan bagi pecinta budaya nasional untuk ikut ambil bagian dalam mempertahankan kebudayaan daerah.
Menonton wayang kulit semalam suntuk memang berat bagi kebanyakan orang. Tentu ini bisa direkadaya dengan menonton pagelaran wayang kulit di YouTube. Bagi yang tidak senang menonton YouTube bisa juga dengan cara membaca komik-komik kisah pewayangan yang bisa dibeli di toko buku terkemuka. Atau jika dianggap terlalu mahal bisa meminjam di perpustakaan kota.
Budaya daerah sebagai bagian dari budaya nasional bukan hanya menjadi tanggungjawab seniman dan budayawan yang penghasilannya pas-pasan.
Seniman, budayawan, dan pemerhati sering berjuang sendirian dalam mempertahankan kebudayaan daerah. Mencari sponsor sangat sulit. Alasannya cukup klise. Pagelaran kesenian daerah sulit menjaring penonton.
Jika ada bantuan dari seorang tokoh masyarakat atau pun partai sering memberi pas-pasan. Menyumbang sekian ratus ribu ketika hadir nonton pagelaran membawa pengikut sekian puluh orang. Habislah untuk konsumsi.