Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Tersenyum seperti Petani Walau Sedang Tidak Beruntung

28 Januari 2022   15:27 Diperbarui: 28 Januari 2022   21:14 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir Januari curah hujan sedikit mulai menurun. Walau ada kirata basa atau singkatan yang mengatakan januari artinya hujan sehari-hari. Kukira ini hanya sekedar utak-atik mathuk atau sekedar menepat-menepatkan saja.

Sekali pun mendung menggantung tebal di atas kepala toh hujan tidak tentu turun. Seperti empat hari lalu hujan deras tapi esok harinya begitu terik. Kemarin lusa hujan sore hari hanya sekitar dua jam sedang kemarin hingga kini hanya mendung saja.

Beberapa hektar (di atas 10 ha) lahan di sekitar Tumpang, Malang sudah mulai mengering setelah panen baru saja berlangsung antara dua minggu lalu. Mengering bukan karena pasokan air irigasi tidak ada atau berkurang tetapi memberi kesempatan tanah untuk istirahat mendapat oksigen. 

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Ludes dimakan burung. Dokumen pribadi.
Ludes dimakan burung. Dokumen pribadi.
Di sisi lain ada beberapa hektar tanaman yang sudah waktunya dipanen, seperti: cabai rawit dan cabai merah, terong, dan mentimun. Kenyataannya dibiarkan saja tidak dipetik oleh pemiliknya. 

"Harga jatuh," kata seorang petani cabai rawit.

"Untung sebelum jatuh sempat panen tujuh kali dengan harga tinggi," sahut petani cabai merah yang kini membiarkan cabainya busuk dan mengering di lahan. 

Ya masih beruntung sempat merasakan tingginya harga cabai untuk beberapa saat. Dan lebih dari itu dia tidak sekedar menanam cabai tetapi tumpangsari dengan menanam jae emprit. Jae emprit merupakan jae dengan rimpang kecil sebesar ibu jari tangan namun pedas.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Urip iku kaya cakra manggilingan. Hidup itu seperti perputaran roda. Kadang di atas merasakan nikmatnya karunia kadang di bawah seperti terlindas roda kehidupan yang menyesakkan. 

Petani cabai di atas masih merasakan nikmatnya harga tinggi sebelum jatuh. Lain lagi dengan petani sawi dan mentimun di bawah ini. 

Harga jatuh pada saat panen pertama sehingga ketika sudah dipetik dengan ongkos yang tak murah terpaksa ditinggalkan di tengah sawahnya. Tidak ada yang membeli. Untuk sawi masih bisa dibiarkan berbunga untuk diambil benihnya.

Sawi. Dokumen pribadi.
Sawi. Dokumen pribadi.

Dokumen pribadi.
Dokumen pribadi.

Lahan mentimun. Dokumen pribadi.
Lahan mentimun. Dokumen pribadi.

Mentimun dibiarkan. Dokumen pribadi.
Mentimun dibiarkan. Dokumen pribadi.

Untung rugi dalam mengembangkan usaha adalah hal biasa termasuk bagi petani. Perlu pengetahuan dan pengalaman agar keuntungan dapat diperoleh dan kerugian dapat dihindari. 

Jika kerugian yang dialami perlu diterima dengan kebesaran hati seperti kala sedang berada di bawah terlindas roda kehidupan.

Sedih boleh asal jangan larut. Tetaplah tersenyum. Senyum akan mengusir kesedihan.

Seperti yang dilakukan oleh Pak Sujai, petani lansia yang tetap tegar walau hasil panen sayurnya kurang berhasil. Kali ini Pak Sujai (sebut saja namanya demikian) tersenyum bahagia dengan membawa empat belas buah kelapa yang dipetiknya sendiri. Empat ditaruh di bodi sepeda dan sepuluh buah dibonceng dalam glangsi atau karung plastik.

Badannya yang kecil seperti penulis ternyata Beliau masih berani dan kuat memanjat pohon kelapa setinggi 15-18 m. 

"Waduh taksih kendel nggih mboten ajrih?"  Artinya, waduh masih berani  dan tidak takut ya,Pak?

"Kabeh nggih wonten resikone. Sing penting ati-ati." Jawab Pak Sujai sambil tersenyum.

Semua ada resikonya. Terpenting hati-hati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun