Hingga tahun 2000 nama panggilan saya di kantor ada tambahan JK untuk membedakan dengan tiga nama yang sama. Alasan memberi tambahan JK karena kepiawaian dalam bermain jaran kepang serta mempertontonkan 'kekuatan' yang bikin heboh.
Tahun 2001, sebutan JK diganti menjadi DK singkatan dari kata dukun karena pada suatu acara berhasil menyarang hujan atau memindahkan hujan.
Sebutan ini makin kental saat mulai terjun di medsos pada 2007 dan Kompasiana di tahun 2011 sehubungan tulisan dan gaya saya.
Saya memang tertarik sejak 1967 ketika bermain jaelangkung setelah melihat peristiwa G30S. Ditambah lagi membaca buku-buku folkfore karya Prof. Dr. James Dananjaya pada pertengahan tahun 70an serta ulasan-ulasan pandangan ahli psikologi tentang karya Carl Gustav Jung. Selain itu banyak juga menggali ilmu dan pengalaman dari para sesepuh termasuk dukun suatu daerah. Termasuk tentang santet.
Sekitar tiga puluh persen tulisan saya di K juga tentang pengalaman masalah-masalah mistis. Ada sekitar sepuluh tulisan yang hael dan bikin heboh dengan perdebatan lewat inbox.
Pandangan saya bukan sekedar lewat budaya tetapi juga melihat dari sudut pandang ilmu pengetahuan. Misalnya yang berjudul: Histeria, Kalap, dan Kesurupan. Juga yang berjudul Beda Paranormal dan Dukun.
Jika santet sedikit banyak bisa diketahui, maka bertemu dengan sosok makhluk astral seumur hidup baru tiga kali. Misalnya bertemu lelembut seperti yang pernah saya tulis di K tahun 2013 pada postingan Tiga Sosok Tanpa Kepala.
Sosok makhluk astral tidak selalu menampakkan diri dengan wajah menakutkan. Sama seperti manusia pada umumnya. Bukan berarti menyamakan manusia dan hantu.