Setelah membaca postingan penulis beberapa tahun lalu  di media sosial termasuk Kompasiana tentang pemanfaatan lahan sempit, ada beberapa orang yang tertarik dan memberi bantuan untuk pemberdayaan masyarakat memanfaatkan lahan sempit. Juga membaca kiprah penulis dalam  lingkungan hidup dan pertanian, beberapa orang menghubungi penulis berniat membantu tanpa ada embel-embel syarat ini itu selain laporan pertanggungjawaban kegiatan beserta foto-fotonya. Bantuan ini bukan berupa finansial belaka tetapi juga mengirim penulis ke pelatihan dan mengirim tutor untuk melatih juga memberi dalam bentuk perlengkapan urban farming.
Sasaran pertama adalah masyarakat prasejahtera, tetapi juga melibatkan para ibu rumah tangga dan siapa saja yang mempunyai komitmen terhadap lingkungan hidup dan peningkatan gizi dan ekonomi keluarga. Artinya lewat pemanfaatan lahan sempit dengan penanaman sayur sebagai konsumsi keluarga akan meningkatkan gizi dan di sisi lain akan mengurangi belanja dapur bahkan bisa menambah pendapatan ekonomi keluarga jika bisa dipasarkan.
Awalnya kami hanya bergerak di sekitar tempat tinggal di desa dan kampung lalu berlanjut ke wilayah perkampungan di kota, terutama pada masa pandemi ini.
Langkah pertama mengajak berbicara beberapa orang yang tertarik serta menjelaskan tujuannya. Langkah kedua mengajak mereka mengunjungi petani yang berhasil untuk bertukar pikiran dan mencari ilmu. Ini sebagai daya tarik untuk praktek bersama agar terampil. Langkah ketiga memberi mereka perlengkapan bercocok tanam, khususnya di polybag yang kami anggap paling mudah dan murah dan jika gagal tidak terlalu rugi secara finansial. Perlengkapan ini berupa dua puluh polybag, tiga karung tanah humus siap pakai, benih untuk satu kali musim, dua botol pupuk cair organik, 100 gram pupuk kimia hanya sebagai penunjang, botol sprayer, serta buku panduan. Mereka yang terpilih ini diharap membentuk kelompok dari tetangga sekitarnya. Selanjutnya akan diadakan pemantauan lewat kunjungan kami secara berkala juga mengirim foto-foto hasil karya mereka lewat WAG.
Sebagai insentif, setiap kelompok yang berhasil panen dengan cukup baik akan mendapat hadiah berupa satu pot anggrek dan dendrobium. Bagi yang belum berhasil tetap diberi dorongan dengan tetap diberi perlengkapan dan pembinaan untuk terus berkarya.Â
Hal ini pula yang dilakukan PJB Paiton dalam rangka pemberdayaan masyarakat Desa Bibir, Probolinggo yang berada tak jauh dari PLTU Paiton, seperti yang penulis lihat kala diberi kesempatan Kompasiana meninjau ke sana bersama Mbak Avy, Kompasianer Surabaya.