Rembulan merah duduk di singgasana di atas sebuah gedung tua. Wajahnya tampak lesu walau masih di sisa purnama yang sempurna.
Awan hitam beriringan pelan berarak membuat cahaya purnama memerah.
Sang Candra tampak kecewa namun tetap menahan amarah melihat mereka yang bersuka ria di atas dusta durhaka.
Angin pun menggandeng dan mengajak sang awan pergi dan membiarkan rembulan menatap dunia.
Sang Candra masih lesu dan wajahnya tampak semakin buram walau malam makin beranjak kelam tanpa bintang yang meramaikan angkasa.
Buat apa memperindah malam jika kegelapan lebih disukai manusia, bisik sang kartika.
Rembulan diam saja.
Jauh di atas sana setitik cahaya putih berlari pelan mengikuti lintang alihan membawa catatan siapa saja yang malam hari ini harus meregang nyawa tanpa terduga diiringi gelak tawa mereka yang penuh dendam amarah. Serta mereka yang menangis sedih sebelum sempat mengajak bersimpuh sekedar menyadari atas dosa.
Rembulan diam seribu bahasa namun cahaya merahnya mengiringi jiwa-jiwa yang berjalan gontai penuh penyesalan.
Sasi Kasada, 16 Pon
Padang Ilalang Gunung Watangan
Catatan:Â
Lintang alihan: bintang jatuh dalam budaya Jawa bisa berarti sebuah keberuntungan namun juga berarti sebuah petaka akan menimpa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H