Ora obah ora mamah. Sebuah pepatah Jawa yang artinya tidak bergerak (bekerja) tidak akan makan. Memang begitulah yang harus dilakukan untuk mendapat uang yang tentunya membeli makanan dan kebutuhan pokok lainnya.
Sambil duduk dekat semak belukar bawah di bawah rumpun bambu, kulihat seekor semut berjalan sendirian di pucuk sebatang daun pakis yang biasanya untuk sayur. Semut yang biasanya hidup dalam kelompok atau koloni, kini ia sendirian berkelana mendapat tugas dari komunitasnya mencari sumber makanan baru. Tak peduli bahaya mengancam dari predator yang siap melahapnya jika tidak hati-hati. Sebuah perjuangan yang harus dijalani dengan sepenuh hati.
Di dekat pohon pakis, seekor laba-laba dengan tenang sedang melahap seekor kupu-kupu yang terperangkap jaringnya. Rupanya, baru pagi ini ia mendapat santapan setelah sekian hari hanya menunggu.
Hanya sekitar satu meter dari jaring laba-laba, seekor katak hijau jongkok  dengan tenang tak mengedipkan matanya sama sekali di sebuah daun puring liar. Tanpa membuat sebuah gerakan yang dapat mengejutkannya, ia kupotret beberapa kali. Seekor belalang kecil yang tadinya juga duduk diam di daun bebandotan terkejut melihat kedatangan saya lalu spontan melompat di depan sang katak yang langsung menangkap dengan mulutnya yang lebar. Menyantapnya dengan tenang, lalu jongkok diam lagi dalam sunyinya alam.
"Menawi mboten ngenten, nggih mboten nedha. Wong tegal sabin mboten nggadhah." Jawabnya ketika kutanya mengapa masih bekerja keras di saat harusnya istirahat. Artinya: kalau tidak begini, ya tidak makan. Sawah dan kebun juga tidak punya.
Sebuah jawaban singkat namun penuh arti. Seorang wanita sekali pun sudah lanjut usia haruslah tetap bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Apalagi sebagai seseorang yang tak punya simpanan karena sebelumnya hanya seorang buruh tani.
Dari pasir-pasir yang digali mereka bisa memperoleh sekitar satu meter kubik batu setiap satu bulan penggalian. Untuk memecah batu, memerlukan waktu sekitar satu bulan juga. Artinya, untuk menghasilkan batu pecah atau koral memerlukan waktu dua bulan. Setiap satu meter kubik dibeli oleh pengepul seharga Rp 1 juta. Jadi, mereka setiap bulan hanya mendapat 500 ribu saja. Sebuah perjuangan yang luar biasa. Sedang untuk pasir selama satu bulan, jika beruntung bisa mendapat 10 meter kubik. Jika beruntung, sebab pasir yang sudah didapat dan ditaruh dekat tebing kadang hanyut terbawa air hujan. Â
"Badhe jawah, mangga wangsul..." Artinya: mau hujan, mari pulang. Kami pun pulang.Â
Di atas tebing, suami mereka yang juga pencari pasir dan batu, sudah berkemas menunggu istri mereka yang demikian tangguh. Seperti semut mereka bekerja tanpa rasa takut dan kuatir demi kehidupan mereka bersama keluarganya. Ketika melangkah meninggalkan tepian Kali Amprong, di semak belukar tadi, kulihat sang katak sudah tak ada lagi. Mungkin kembali ke liangnya atau mungkin disantap ular. Laba-laba bersembunyi di balik daun, menghindari gerimis yang mulai turun. Di bawah jaring laba-laba, kulihat segerombolan semut sedang berpesta melahap bangkai kupu-kupu sisa santapan laba-laba.