Mengunjungi atau berwisata ke Makam Bung Karno di Blitar sudah sering penulis lakukan bersama siswa dan para guru atau komunitas tertentu. Namun selama ini kunjungan lebih bersifat menemani rekreasi sehingga penulis jarang bisa menikmati untuk lebih memahami sepenuhnya tentang Makam Bung Karno. Termasuk yang penulis lakukan pada minggu kemarin di mana harus menemani komunitas emak-emak dari desa penulis.Â
Baik emak-emak yang masih berstatus nyonya muda belum berputra maupun emak-emak yang telah menimang cucu. Menjadi bahan ledekan adalah hal yang lumrah dan harus tahan banting walau membuat tak berkutik.Â
Tetapi mendengar celoteh tentang suami mereka termasuk tingkah polahnya menjelang tidur tentu saja membuat perut mules menahan tawa. Atau mendengar rerasan mereka atas aparat dusun, desa, atau emak-emak yang tak mau ikut wisata membuat penulis hanya bisa garuk-garuk kepala tak gatal. Bahkan saat diingatkan waktu berkunjung sudah habis malah kena semprot.
"Hlo Mbah...waktu jalan-jalannya kan 3 jam tidak termasuk beli makanan?" kata Mak Jum dan kawan-kawan sedikit sewot sambil dengan santai menyantap makanan di sebuah gubuk. Padahal emak-emak yang lain sudah menunggu di bis bersiap menuju ke tempat wisata lainnya. Belum lagi ada ledekan jika ada seorang emak muda minta tolong difotokan penulis. Wah seru-seru seram.Â
Selain menyediakan kopi gratis bagi pengunjung juga ada pameran dari berbagai komunitas, seperti: Komunitas Sepeda Indonesia, Komunitas Urban Sketchers Blitart yang menampilkan karya sketsa yang menarik dan indah.Â
Baik karya yang dibuat dalam sanggar mereka maupun dibuat di sekitar halaman Makam Bung Karno saat itu. Ada juga stan pameran bunga  anggrek, batik tulis khas Blitar,Â
Komunitas Hasta Karya dari kelompok ibu-ibu PKK, serta ada juga lomba baca puisi dengan musikalisasi. Dan yang paling heboh adalah penampilan emak-emak cantik, lincah, dan kreatif dalam  Komunitas Kebaya Indonesia (KKI) yang tampil penuh percaya diri dengan memakai kebaya dan sanggul tradisonal maupun kebaya masa kini.Â
Komunitas Kebaya Indonesia yang kebanyakan beranggotakan para perias pengantin juga pembawa acara serta ASN ingin menunjukkan bahwa kebaya sebagai pakaian tradisional layak tetap dipertahankan sebagai bagaian dari budaya nasional. Salut!
Demikian juga harga makanan, mainan dan perlengkapan memasak antara 5 ribu hingga 20 ribu. Hanya saja lorong tempat penjualan kini semakin panjang dan berputar sebelum sampai ke pintu luar yang berupa bedak-bedak penjualan oleh-oleh khas Blitar.Â