Menjelang pertengahan Oktober, seperti biasa mendung menggelayut namun hujan belum juga turun selain gerimis yang masih malu-malu kucing. Bentangan sawah yang mengering karena berkurangnya pasokan air yang mulai menurun akibat debit air sungai yang terbagi ke aliran irigasi juga menurun. Sekali pun masih ada sawah yang tampak hijau subur karena masih menerima jatah pembagian air irigasi.Â
Surutnya aliran sungai yang menyebabkan menurunnya pasokan air irigasi tentu saja kadang membuat sedikit permasalahan bagi para petani. Namun bukan berarti tanpa ada pemecahan secara tepat dan bijaksana tanpa perlu perdebatan apalagi adu kekuatan otot sekali pun para petani lebih banyak bekerja dengan otot.
Seperti yang terjadi di sekitar persawahan Desa Temboro, Malang. Menurunnya debit air di irigasi menyebabkan beberapa hektar sawah yang seharusnya mulai ditanami tampak kekurangan air dan mengering. Di sisi lain yang sudah ditanami juga membutuhkan pengairan.Â
Kadang rebutan pasokan pun tak terelakan sekali pun ada petugas pembagi air (biasa disebut kuwawa, waker, atau ulu-ulu) yang telah ditunjuk. Tudingan kuwawa kurang dan bahkan tidak adil karena lebih menguntungkan Pak A dan Pak B serta mengabaikan sawah Pak C dan Pak De kadang muncul. Tentu saja ini sangat tak enak didengar siapa pun dan harus diselesaikan dengan adil dan bijak.
Baik di bagian timur maupun barat, ada sawah yang kering dan ada pula sawah yang baru ditanami dan dalam pertumbuhan tentu sangat membutuhkan pengairan. Maka yang diutamakan adalah yang baru saja ditanami agar tidak kekurangan air yang menyebabkan layu dan mati sehingga sangat merugikan.Â
Selanjutnya baru lahan kering yang siap tanam. Lahan kering yang belum diolah apalagi belum dibersihkan dari sisa-sisa panen dan gulma tidak akan diairi dulu agar air yang sangat dibutuhkan tidak terbuang percuma. Selanjutnya yang diairi adalah lahan dengan tanaman yang mulai berbuah.
Penyelesaian pembagian pengairan sawah ini tampak sederhana namun merupakan cara bijak dan adil tanpa ada yang dirugikan.