Penari, entah pria entah wanita jika tampil di panggung maka gerakannya harus luwes, lembut, dan gemulai apalagi dalam seni tari tradisional. Walau dalam peran tertentu kadang harus juga tampil sebagai tokoh yang gagah perkasa seperti sebagai Arjuno, Gatotkaca, atau Pak Sakerah dalam seni ludruk, namun keluwesan harus tetap ada.
Jika anda pernah nonton sandiwara tradisional ludruk yang merupakan seni budaya khas Jawa Timur, maka sebagai tari sambutan selamat datang akan ditampilkan Tari Remo yang menggambarkan pria pejuang di wilayah Jawa Timur. Sekali pun tari ini menggambarkan tokoh pria pejuang bukan berarti yang menarikan adalah kaum pria saja tetapi kaum wanita juga. Tentu saja harus dirias dan memakai baju ala pria.Â
Uniknya, saat inti drama biasanya tokoh figuran wanita diperankan oleh seorang pria. Ada anggapan bahwa mereka adalah kaum waria atau transgender. Pendapat ini tak selalu benar sebab hal ini dilakukan juga untuk menarik perhatian penonton.
Dalam pagelaran seni tari topeng Malang pada ulang tahun Padepokan Seni Mangun Dharmo beberapa saat yang lalu, karena sedikitnya penari wanita yang ada maka untuk memerankan salah satu tokoh wanita utama harus diperankan oleh seorang pria. Tidak masalah, karena setiap penari sudah disiapkan untuk berperan sebagai siapa saja dan harus menguasai gerakan yang halus.Â
Hanya saja, sang pria atau pemuda yang harus memerankan seorang ibu ini tangannya penuh tato. Keputusan pun diambil bahwa tato tak boleh ditutupi dengan kaos berlengan panjang dan tetap kelihatan tatonya serta warna kulit dan kekarnya otot seorang pria tulen gagah perkasa tapi bisa luwes berperan sebagai ibu. Hasilnya sungguh luar biasa. Penonton pun terkagum-kagum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H