Badannya cukup besar tapi tidak tinggi dan kekar bahkan cenderung gemuk. Kulitnya sedikit kusam mungkin dia seorang pekerja keras di luar ruangan. Pandangan matanya sedikit liar dan hal inilah yang membuat saya sedikit hati-hati menebak profesinya.
"Untuk apa sebenarnya kamu ingin bisa menghilang atau tak bisa dilihat orang?"
"Sekedar ingin tahu saja Mbah...," katanya sambil sebatang mengambil rokokku tanpa kutawari. Aku mulai membaca gelagat kurang baik dari dirinya.
"Aku punya mantranya dan kau bisa menghapalnya tapi kau harus punya jimat supaya mantra itu sakti."
"Apa itu Mbah?" Jawabnya spontan sambil meniupkan asap rokok ke arah wajahku tanpa rasa tak bersalah.
"Ambil sesobek kain kafan dari sebuah kuburan."
"Kuburan siapa Mbah?"
"Terserah kamu. Tapi kalau kamu ingin menggali cepat cari kuburan yang tidak dalam biasanya di daerah pesisir seperti Pasuruan, Probolinggo, Tuban, dan Gresik. Tapi kalau mau aman cari saja kuburan di pelosok pedesaan," jelasku yang didengar dengan seksama.
"Siyaaaap Mbah!" Jawabnya sambil menyeruput kopi tanpa unggah-ungguh lalu bangkit berdiri dan salim padaku dan mohon pamit pulang. Padahal masih ada lagi yang harus kuterangkan padanya.
0 0 0 0 0
Panasnya cuaca pegunungan kapur daerah selatan Malang membuat suasana gerah siang ini. Sehingga aku hanya bisa leyeh-leyeh di lincak di bawah rerimbunan rumpun bambu yang terus meniupkan alunan irama lembut gesekan batang bambu yang tertiup angin dari arah pantai.