Cerahnya langit dan birunya angkasa tak membuat hati Banowati yang gundah menjadi ceria sekali pun para inang selalu menemani dan menghiburnya. Keputusan Arjuno menerima Srikandi menjadi pasangan ke dua sangat menyakitkan bagi Banowati. Bukan sakit hati pada Arjuno, tetapi sakit hati pada Srikandi yang merebut hati Arjuno. Â
Banowati sudah melupakan peristiwa di paseban Astina dan kini ia berjalan menyusuri hutan yang seharusnya memberi ketenangan dan kesejukan. Namun rupanya ia teramati sulit melupakan Arjuno lelaki pujaan yang telah membangun khayalan dan impian di dalam dirinya.
Kala sampai di pemakaman keluarganya yang telah menghadap Sang Pencipta, ia bersimpuh sedih dan mencurahkan isi hantinya seakan ingin menyusul mereka. Karena kesabaran para inangnya, Banowati menyadari bahwa hanya Sang Pencipta pemilik kehidupan manusia. Manusia tak boleh mengambil kekuasaan yang dimiliki Sang Pencipta alam semesta atas kehidupan yang diberikan kepada manusia.
Senja sudah menanti, Banowati menuju kaldera Bromo untu sekedar mengingat kala malam pertama pernikahannya dengan Suyudana justru ia berbulanmadu dengan Arjuno yang menyamar sebagai perias pengantin Banowati. Malam yang indah bagi Banowati dan Arjuno yang kalap karena nafsu dan penuh pengkhianatan bagi Suyudana yang amat mencintai Banowati setulus hati.
Kini, Banowati merasakan pengkhianatan Arjuno yang sedang berbulanmadu dengan Srikandi. Namun gelapnya hati membuat Banowati tetap teguh bagai batu yang terlempar dari Jonggring Saloka, kawah Semeru. Panas membara menghantam siapa saja. Tak peduli.
Dalam kesunyian kaldera Bromo dan sepinya hati, masih saja Banowati menghibur diri dengan bernyanyi lembut: You Are!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H