"Kapan kita menikah?" tanya Danarto tiba-tiba kala gado-gado yang disantapnya masih separuh piring. Tentu saja Lily yang diajak makan siang di kantin depan kantor cukup kaget mendengar pertanyaan itu. Namun Lily berusaha menguasai diri dan keadaan dengan senyum manisnya.
Sebuah misteri senyuman yang membuat degup jantung Danarto terpacu.
"Terlalu cepat aku mengutarakannya?"
Lily kembali tersenyum.
"Oh, tidak...."
Danarto pun tersenyum.
"Tapi kau terlambat.... Bulan depan aku dan Bagus akan menikah," kata Lily sambil mengusap bibir mungilnya yang selalu terbayang di mata Danarto.
Danarto terkesiap. Tak menduga pendekatan pelan dirinya sebagai duda berputri semata wayang pada  seorang janda kembang teman sekantor berakhir mengejutkan. Lily lebih memilih Bagus seorang perjaka tua yang juga temannya sekantor.
0 0 0
Baru sejenak Danarto menyelonjorkan kakinya di depan  tivi, Rahayu baby sitter yang mengasuh dan merawat Eni putri satu-satunya datang menemuinya.
"Sudah sore saya waktunya pulang...," katanya sambil menggendong si mungil Eni yang tampak begitu manja pada Rahayu yang telah merawatnya sejak Eni lahir hingga kematian istrinya akibat kanker payudara sembilan bulan lalu. Si mungil Eni yang baru saja bisa berjalan tampak mengerti ayahnya masih lelah dan ia enggan lepas dari gendongan Rahayu.