Hampir 20 tahun berwenang merawat bangunan atau bagian sarana dan prasarana serta menjadi guru ada pengalaman yang selama ini tak pernah terduga sebelumnya, yakni menerima parcel sebagai ucapan terima kasih dari perusahaan atau toko bahan bangunan dan ATK.Â
Serta dari orang tua murid, sekali pun yang terakhir ini sejak sepuluh tahun yang lalu saya tolak dan meminta mereka memberikan para karyawan secara langsung. Alasan penolakan ini sudah saya tulis di sini.
Namun dari toko bahan bangunan dan ATK tetap saya terima dengan alasan bahwa ini merupakan bagian dari promosi dan sebenarnya parcel yang mereka berikan pun bukan murni dari mereka sendiri tetapi dari para penyuplai dan pabrik bahan bangunan atau alat-alat tulis dan kantor tersebut. Jumlah yang diberikan pun sesuai dengan jumlah karyawan harian yang ada.Â
Yang mereka berikan bermacam-macam, mulai kaos, sarung, baju, tas, topi, dan kue kering yang semua bungkusnya tertulis nama perusahaan dan bukan toko yang menjual atau memasok kebutuhan kami.
Mengetahui hal seperti ini, saya pun mulai nakal dengan meminta jatah yang bukan promosi karena pembelian kami rerata setiap tahun pada masing-masing pemasok lebih dari 500 juta. Menodong minta suap dan grativikasi atau kurang jujur? Eit nanti dulu....
Pengeluaran yang cukup besar ini tentu saja menjadi pengawasan ketat pihak atasan yang juga mengadakan komunikasi dengan para pemasok dan selalu dilirik (baca: dicurigai) sesama teman.Â
Pihak pemasok dan toko yang tak mau kehilangan konsumen pun mau tak mau harus memberi parcel kepada saya. Rupanya mereka pun ingin bermain (bisa saja melaporkan pada atasan) dan menawari saya apa yang bisa mereka berikan. Uang atau alat elektronik? Keduanya saya tolak dan meminta sama seperti yang mereka berikan untuk karyawan kami namun tanpa nama perusahaan!Â
Saya pun meminta untuk tetap dikirim ke sekolah dan bukan di rumah. Mereka setuju dan pada akhirnya ketika kiriman parcel tersebut datang di sekolah atau kantor, saya mulai nakal lagi.Â
Kepada pengirim, saya memberi tips (menyuap?) dan meminta untuk mengirim tiga perempat parcel ke rumah. Â Sedang seperempatnya saya berikan pada teman seruangan. Curang dan culas? Eit nanti dulu....
Di tempat kerja kami, sekali pun karyawan harian lepas setiap tahun mendapat THR dan gaji ke 13 dan selama saya menjabat sebagai kabag juga sering mendapat tips berupa kaos dan kue (walau dari perusahaan pemasok) maka jika digelontor lagi maka dampak kurang baiknya mereka merasa sangat dibutuhkan dan minta perhatian lebih serta jika tidak dituruti maka kinerja mereka mengendor.Â
Tak bisa dipungkiri bahwa SDM para karyawan harian lepas yang pendidikannya rendah dan etos kerjanya juga rendah. Membina mereka bukanlah dengan menggelontor materi belaka.