"Kalau memang kau berniat melamar Sumi, sebaiknya orangtuamu bertandang kemari dulu untuk bincang-bincang," kata Sunar yang kini menduda, pada Parman kekasih Sumi putrinya yang kini sudah menjadi guru.
"Yang datang ke sini nanti eyang kakung dan ibu saja karena bapak sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu,"
"Oh begitu... Siapa nama Yangkung dan ibumu?" lanjut Sunar
"Orang desa memanggil Mbah Kromo dan Ibu Raminten," jawab Parman sambil menunduk.
Mendengar jawaban Parman calon menantunya, Sunar sedikit tersentak lalu ia memandangnya dengan cukup tajam.
"Mbah Kromo dan Raminten...." gumam Sunar
"Iya.... maklum orang desa," sahut Parman
"Oo... bukan itu maksudnya. Sepertinya aku pernah tahu...." Parman diam saja.
0 0 0
"Jadi kamu sudah bicara dengan bapaknya Sumi?" tanya ibunya Parman
"Sudah, Eyang dan Ibu ditunggu segera berkunjung untuk berkenalan. Pak Sunar orangnya baik kok Buk walau wajahnya sangar seperti Eyang tapi ganteng berwibawa. Ini fotonya...," jawab Parman
Begitu melihat foto Sunar tiba-tiba saja kepala Raminten terasa pusing seperti mau pingsan.
"Kenapa Bu?"
"Ga apa-apa, ibu bahagia bakal mantu. Ibu tidur dulu ya..." Di kamar Raminten pingsan.
Dalam pingsannya Raminten bermimpi masa lalunya kala harus mengkhianati Sunar yang menjadi guru di lain kota. Dan Raminten  tertarik seorang blantik yang sering menemui Mbah Kromo ayahnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H