Sambil tersenyum kau berjanji tak akan menutup lagi pintu kamar pengap walau keharuman wewangian melati selalu kau tebar.
Kau pun berbisik lembut, datanglah malam ini dan biar hujan semakin lebat yang akan menghangatkan kita dalam pelukan badai gemuruh di dada kita berdua.
Kutelusuri lorong malam dengan berjinjit berharap kau sudah terbaring di galar rotan tanpa selimut malam
Dengan senyum pula kausibak tirai putih setelah kuketuk pintu dan tanpa derit pula pintu kau buka.
Lirih suaramu yang lembut kali ini lebih jelas dari titik-titik rinai gerimis dan menggema di liang telingaku
Bukankah masih gerimis dan hujan belum turun, kenapa kau sudah datang?
Aku cuma tersenyum melihat dirimu tersenyum sambil menutup pintu
Sekejap kulihat pintu kamar masih terbuka. Sekejap pula kulihat sesosok manusia sudah di sana.
Terlentang bersimbah darah yang semerah bibirmu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H