Pagi ini mentari tersenyum manis menyapa bumi. Kabut pun segera pergi karena malu untuk menutupi. Apalagi gerimis sudah enggan merintik. Ia telah pergi diajak awan ke balik gunung. Hutan pun riang karena burung mulai bernyanyi bersama ikan yang berkecipak di permukaan telaga hijau.
Seorang petani mendayung sampannya sendirian menuju kebun di tepi hutan seberang telaga sana. Tangannya yang kuat dari tubuhnya yang kekar ia mengayuh dayungnya mengikuti irama hati. Pyah...pyuh...pyah...pyuh...pyah....pyuh...
Semilir angin terlalu lembut menyapa sehingga air demikian tenang tanpa derasnya arus selain riak gelombang terpaan dayung.
Tiga ratus dayung ia sudah di seberang. Tiga batang pisang sudah menanti ditebang. Walau belum ada yang matang selain dianggapnya layak sebelum kera dan musang menyerang.
Cras...cras..cras...robohlah itu pisang. Kini ia segera kembali ke seberang dengan hati senang.
Pyah...pyuh...pyah...pyuh... di tepi sana sang istri sudah menanti untuk membawa pisang ke pasar. Lima puluh ribu setandan pisang akan diterima. Syukur kalau tak ada yang menawar sehingga bisa dua ratus ribu tiga tandan pisang. Ah betapa senang memandang hati tersayang sedang girang. Dan ia pun bisa tidur siang dengan tenang sebelum sore datang mengajaknya mencari ikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H