Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jangan Seperti Bunga Tebu dan Bambu (Aja Gleges lan Kemrosak)

9 Januari 2020   14:00 Diperbarui: 10 Januari 2020   11:09 5039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bunga tebu tepi jalan TOL Malang Pandaan Sesi 5. Dokpri

Bagi yang pernah tinggal di desa tentu sering atau paling tidak pernah melihat bunga tebu dan bunga bambu.  Kembang tebu dalam bahasa Jawa disebut gleges. Sedang bunga bambu disebut krosak. Sebenarnya bunga bambu (Jawa: kembang pring) bukanlah bunga dalam arti sebenarnya tetapi cuma ranting-ranting kecil yang tumbuh di ujung pucuk bambu sehingga membentuk serumpunan. Rumpunan ranting ini jika tertiup angin yang terlalu kencang sekali pun akan menyebabkan gesekan antar rumpunan yang mengeluarkan suara krosak-krosak atau seperti desahan yang kemrosak.

Beda dengan bunga tebu, yang sekali pun tumbuh dalam rumpunan jika tertiup walau kencang akan tetap tegak dan hanya bergoyang sedikit saja. Ini disebabkan batang bunga kecil, ramping, dan tinggi sedang putik bunganya lembut.

Dalam budaya Jawa yang suka nyemoni alias menyindir secara halus ada peribahasa yang mengatakan 'aja ngembang tebu' atau 'aja kaya kembang tebu' atau 'aja kaya gleges'. Artinya, jangan seperti bunga tebu atau jangan seperti gleges.  

Gleges, kata sifat, artinya orang yang kurang cekatan dan cenderung lemah gemulai dengan senyumnya. Orang nggleges atau glegas-gleges adalah orang yang kurang tanggap dan cenderung mengabaikan bahkan cuek terhadap lingkungannya. Kalau toh melakukan sesuatu cenderung semaunya. Diingatkan, ditegur, bahkan dimarahi ya hanya glendam-glendem senyam-senyum saja merasa tak bersalah.

Rumpun ranting bambu di pucuknya. Dokpri
Rumpun ranting bambu di pucuknya. Dokpri
Ada pula pepatah yang mengatakan 'aja kaya kembang pring utawa krosak' artinya jangan seperti bunga bambu. Tertiup angin sedikit saja langsung mengeluarkan suara kemrosak alias gaduh tiada berguna.

Pada masa kini dimana kita harus cepat dan tanggap agar tidak ketinggalan adalah sesuatu yang mutlak. Apalagi terhadap lingkungan yang membutuhkan perhatian. Tetap tersenyum dalam penderitaan memang bagus. Tetapi senyum glegas-gleges lalu komentar saat disentil bukanlah bijaksana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun