Lama tidak melihat dan meliput unjuk rasa mahasiswa atau komunitas tertentu, hari ini saya tak sengaja berjumpa dengan sekelompok orang yang kebanyakan mahasiswa yang menamakan dirinya sebagai Aliansi Rakyat Untuk Demokrasi (ARD) seperti yang tercantum dalam selebaran fotocopi yang diedarkan beberapa pengunjuk rasa. Panggilan meliput pun muncul dan langsung jeprat-jepret serta ajak omong satu dua peserta dan beberapa aparat kepolisian, termasuk para anggota Reskrim yang tidak memakai seragam.
Rupanya kehadiran saya yang memakai topi #GueKompasianer dan sandal butut apalagi berani mendekat aparat yang berdiri tegap di depan para pengunjukrasa menarik perhatian pengunjuk rasa dan aparat yang langsung bertanya 'dari kompasiana Mas?' Â Kontan saya jawab 'bukan!' Mengatakan 'iya' dan dianggap wartawan bakal celaka....
Ada hal yang cukup berbeda dalam unjuk rasa yang saya lihat hari ini. Biasanya para pengunjuk rasa mempunyai satu tema yang disuarakan, seperti kenaikan harga BBM, UU Tenaga Kerja, UU Pornografi, UU Pendidikan Nasional, penegakan hukum atas koruptor, mencegah politik uang, atau dibentuknya kekalifahan, dan sebagainya. Namun kali ini temanya bermacam-macam. Mulai penghentian tenaga outsourching, tolak revisi UU Ketenagakerjaan, sikap represif aparat kepada pengunjukrasa mahasiswa Papua, pemberangusan demokrasi, pengusutan pelanggaran HAM, dan sikap rasis dan diskriminasi.
Para peserta unjuk rasa yang jumlahnya sekitar 40 orang ini berkumpul di depan Mapolresta Malang, sekitar jam 9.30 ditemui oleh Kapolres Malang, AKBP Asfuri  yang menyampaikan agar para pengunjuk rasa yang kebanyakan mahasiswa dan kaum muda hendaknya bersikap sopan, tertib, dan jangan sampai mengganggu ketertiban masyarakat. Beliau juga mengapresiasi para pengunjuk rasa yang berani namun sopan dan tertib sebab mereka adalah kaum muda yang juga seperti anak-anak dari aparat yang bertugas mengawal mereka. Memang kali ini, penulis melihat para aparat yang bertugas kebanyakan adalah mereka yang berusia di atas 50 tahun. Salut sekali untuk aparat kepolisian kali ini tak terlihat sama sekali yang membawa senjata bahkan sekedar pentungan atau tameng. Bahkan senyum manis dan dialog santai sering terlihat di antara mereka.
Hal yang tidak terduga pada dialog kali ini, Kapolres Malang Kota AKBP Asfuri, S.IK juga mohon pamit karena terhitung bulan September akan pindah tugas sebagai Wakil Direktur Sabhara di Polda Metro Jaya. Menurut Beliau, kepindahan ini tak ada hubungannya sama sekali peristiwa unjuk rasa AMP (Aksi Mahasiswa Papua) yang cukup mengganggu ketertiban dan keamanan di salah satu ruas jalan protokol di Malang. Sebab, surat keputusan pindah ke Polda Metro Jaya sudah diterimanya sebulan yang lalu.