Waktu masih kisaran jam sepuluh pagi, langit biru begitu cerah dengan sedikit serakan awan gumpalan awan putih yang menyebar tak merata. Udara dingin yang membungkus malam hingga pagi hari sedikit demi sedikit meninggalkan suasana yang kian menghangat. Namun terik sinar mentari cukup membuat mata dan dahi harus mengernyit menahan cahaya yang menyilaukan. Untunglah saya memakai topi rimba #GueKompasianer sehingga sinar mentari sedikit tertahan.
Suasana demikian sepi dan hening. Tak ada nyanyian alam kepak sayap dan kicaun burung yang biasanya beriringan dengan gesekan dahan dan daun-daun kering. Sebab perbukitan yang saya lewati memang merupakan perbukitan kapur yang tandus dan kering kerontang. Hanya ada beberapa pohon sengon yang tampak berdiri menghiasi hamparan gersang. Sedang ladang tebu penduduk tampak tumbuh merana, mati enggan hidup tak mau dengan tubuh kurus kekurangan air.
Langkah kaki terus mengikuti kehendak hati menikmati suasana yang jauh berbeda dengan suasana yang penulis rasakan selama ini di wilayah timur Malang yang berlimpah air dengan tanah yang subur. Dari atas bukit tampak suasana jauh berbeda, lembah di bawah sana sejauh sepuluh kilometeran yang masih hijau dan subur.
Itulah suasana salah satu sudut utara Desa Sumber Roto, Kecamatan Dono Mulyo Kabupaten Malang. Sebuah desa yang berada di selatan Malang dengan perbukitan kapur yang jauh dari kata subur. Seperti halnya perbukitan kapur di sepanjang pesisir selatan pulau Jawa, bukan berarti wilayah ini tak berpenduduk. Ketegaran dan sikap pantang menyerah manusia-manusia yang terus mencari dan memaknai kehidupan dengan bekerja keras. Mencari sumber air sebagai sumber kehidupan terus dilakukan dan pada akhirnya ditemukan beberapa sumber mata air yang merata di wilayah tersebut. Akhirnya desa tersebut diberi nama Sumber Roto yang artinya mempunyai mata air yang merata.
Masih perlu penelitian kapan sumber atau mata air yang ada di bawah pohon beringin tersebut ditemukan, sedang yang masih diingat dan menjadi cerita tutur tinular dari para sesepuh kalau sumber mata air tersebut ditemukan pada Jum'at Legi. Maka sebagai ucapan syukur dan mengenang penemuan mata air tersebut, setiap Jum'at Legi pada bulan Besar selalu diadakan kembul donga dan kembul bujana atau doa dan makan bersama di dekat mata air tersebut.
Setelah ritual yang diadakan pada pagi hari dengan dihadiri kepala desa dan perangkatnya serta tokoh masyarakat sore harinya diadakan hiburan pertunjukan kesenian tradisional Jawa, seperti jaran kepang, barongan, tayub, dan tari Jawa kreasi baru yang dibintangi oleh masyarakat Desa Sumber Roto sendiri dengan perangkat gamelan yang sederhana pula.