Dinginnya pagi tak terlalu kuhiraukan walau kadang terasa menusuk tulang
Langkah kaki masih saja menembus belantara ilalang yang merunduk bersama titik-titik gerimis dini hari dan kabut pagi bersama debu kemarau yang melayang menguasai bentangan permadani rerumputan
Sepi alam terus membawa perjalanan ini mencari keheningan jiwa dan putihnya kasih
Bunga adasan tak lagi menebarkan lembutnya wewangian selain aroma debu yang menempel di ujung bibir terkatup diam terperangkap gejolak diri
Langkahku terhenti kala tebing menghadang tinggi yang tak mungkin kudaki dengan hati yang terus berbisik lembut ....
Kembalilah!
Terpaku diri ini di bawah ketegaran tebing hati yang membentang panjang
Gerimis kembali membasahi bumi ini
Kabut pun menemani diriku dalam kesunyian melangkah membiak ilalang
Tak ada lagi kelembutan putihnya bunga ilalang yang menari bersama desiran bayu atau menguningnya adasan di depan mata
Kulihat hanya sekuntum bunga putih yang tumbuh liar di antara ilalang tajam yang tega menghimpitnya
Ia tetap tegar walau debu-debu dan titik-titik gerimis memeluknya dalam kabut kelabu
Ingin ku mencabut dan menanamnya di taman berbunga di bawah sana
Namun hati berbisik 'biarlah ia tumbuh di sini dalam keheningan, kelak kumbang akan datang menyemai kehidupannya'
Aku terpaku pada bunga putih cantik berbalut debu dan embun
Kulangkahkan kaki ini meninggalkan tebing keangkuhan
Kutinggalkan bunga putih ini tumbuh bersama ilalang yang kuharap akan menemani menari kala sinar mentari pagi menyeruak di antara kabut meninggalkan pagi
Sang bayu pun akan menghantar kumbang menikmati madu di tengah padang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H