Di sudut sebuah SPBU, seorang pemuda sedang melepas lelah setelah menempuh sekian puluh kilometer menuju kota rantau.
Pekerjaan sebagai seorang juru parkir di mall tak memberinya masa depan yang cerah.  Terbayang keinginan sekedar  menjadi seorang satpam di sebuah mall seperti yang dikisahkan teman desanya hanya sebuah bayangan semu.
Sebagai lelaki ia menjadi kecil kala ingin mengajak Vivi seorang kasir di mall. Bahkan keinginan melamar Ngatmini tetangga di desa yang kini juga dilirik Pardi pengepul padi dan  tebu.
Titik-titik tetesan air mata memang mempunyai banyak  arti. Sedih karena harus berpisah dengan orangtua yang tak mau ikut ke tanah rantau. Sedih karena terpaksa menitipkan anak-anaknya tercinta ke neneknya. Gundah dan sedih karena harus kembali ke kota yang tak ramah namun malu kembali ke desa.
Di tepian sebuah kali kecil  sungai seorang Emak bersama cucunya tampak begitu gembira kala mencuci dan mandi. Suara desiran angin lembut, gesekan batang bambu, kicauan burung,  dan gemerciknya air adalah nyanyian damai kehidupan desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H