Ngabuburit sudah menjadi tradisi bagi mereka yang menjalankan ibadah puasa di bulan ramadan. Lapangan desa, pinggir telaga atau bendungan, atau sekedar di perempatan jalan kampung. Ngabuburit bersama keluarga tercinta atau dengan orang tercinta seperti teman, sahabat, Â dan calon pasangan hidup sering kita jumpai. Ada yang sekedar duduk-duduk sambil berbincang. Ada juga yang sambil momong si kecil.
Tapi banyak juga yang justru sibuk dengan hapenya sendiri-sendiri. Tak masalah, asal tidak sampai lupa kalau saat ngabuburit mengajak orang tercinta.
Sore ini, saya kembali jalan-jalan ke alun-alun pusat Malang depan Masjid Jami dan merupakan titik nol kota Malang namun banyak yang kurang tahu. Jam lima sore sudah sampai di alun-alun setelah mengantar istri ke Gereja Hati Kudus Yesus atau Gereja Kayutangan untuk mengikuti novena Roh Kudus.
Begitu duduk di kursi taman langsung disambut tiga gadis manis sebuah perguruan tinggi yang memberi takjil gratis berupa sebuah roti, minuman kemasan, dan tiga buah kurma. Dengan senyum manis salah satu gadis cantik tersebut tetap minta saya menerimanya sekali pun sudah saya beritahu kalau tidak puasa. Dengan senyum manis pula saya menerima serta mengucap terima kasih.
Sore ini, suasana alun-alun lebih ramai atau sama seperti akhir pekan. Mungkin karena H-2 menjelang lebaran jadi banyak yang mencari suasana istimewa sebelum mudik. Ngabuburit di alun-alun memang berbeda dengan tempat lain di Malang. Di tempat lain biasanya hanya menunggu waktu berbuka tiba.
Lalu saat berbuka telah datang mereka hanya minum lalu kembali ke rumah. Di alun-alun bukan sekedar ngabuburit tetapi juga berbuka di sana. Bahkan makanan pun telah di bawa dari rumah termasuk alas duduk atau tikar. Memang ada juga yang membeli makanan di K5 atau rumah makan dan warung di mal dan pertokoan yang dekat dengan alun-alun.
Mereka demikian asyik dan bahagia bisa ngabuburit dan berbuka puasa bersama orang tercinta di tempat yang berbeda sekali.
Tak ada yang keberatan ketika saya minta ijin memoto.
Bahkan dua keluarga dan sepasang kekasih menawari dan mengajak makan bersama. Â Rejeki dan nikmat Allah Swt tak boleh ditolak. Saya mengambil sebuah roti untuk oleh-oleh istri.
Jam 6 sore saya meninggalkan alun-alun menjemput istri di gereja. Alun-alun mulai sepi. Beberapa sudut tampak sampah bekas bungkus makanan dan minuman berserakan. Bahkan di bawah tempat sampah yang belum penuh. Sayang sekali. Untung ada pemulung keliling mengais rejeki yang ikut membersihkan.
Andai para pengunjung ikut menjaga kebersihan dan ada petugas kebersihan yang siap, tentu alun-alun tetap bersih. Sebersih hati yang menjalankan ibadah puasa.Selamat menyambut Hari Iedul Fitri.
Rahayu...rahayu...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H