Jumat, 19 April 2019 jam 6 pagi, mentari sudah merekah menghangatkan cuaca dingin di kisaran 19C di sekitar wilayah Ngadas, Gubug Klakah, Tumpang, dan sekitarnya. Mendung dan gerimis yang menghujam hampir setiap hari selama dua bulan terakhir tampak tak menunjukkan dirinya. Â
Cuaca seperti inilah yang ditunggu para pedagang kecil yang merupakan bagian dari para buruh tani untuk mencari nafkah dengan berjualan sayur dan buah hasil kebun mereka yang tak terlalu luas atau membeli dari tetangga lalu dijual kembali di lapak-lapak sementara sisi timur Pasar Tumpang.
Sebut saja Pak Ngatiman, seorang petani tebu dari Desa Kunci yang kini membawa sekitar 30 ikat petai hasil dua pohon yang ada di pinggir kebunnya dan sebagian lagi membeli dari tetangganya. Perikat berisi sepuluh batang petai yang dijual seharga 15.000 perbatang.Â
Jika habis maka akan mendapat 450.000 rupiah. Pembelinya pun bukan hanya ibu-ibu untuk dimasak sendiri tetapi juga pedagang kecil yang akan dijual keliling kampung. Salah satunya adalah Pak Kardi dari Pandasari.
Di sudut lain Mbok Sarmi dan Mbah Jum, duduk berdampingan. Mbok Sarmi membuat dan berjualan lontong sekedar mengisi waktu di masa tuanya daripada hanya luntang-lantung di rumah  karena sudah tak kuat lagi bertani. Mbok Sarmi memang ahli membuat lontong. Ia sering menerima pesanan dari beberapa warung yang ada di sekitar Tumpang.
Pak Ngatiman, Pak Kardi, Bu Wariyah, Mbok Sarmi, dan Mbah Jum adalah sedikit gambaran dari pedagang kecil yang hidupnya tergantung pada dinamika pasar tradisional. Sebagai pedagang kecil dalam arti modal dan yang dijual mereka tak membutuhkan lapak atau bedak permanen untuk memajang dan menjual barang dagangannya. Yang dibutuhkan adalah tempat sementara yang tak lebih dari 4 jam dalam sehari. Tempat itu bisa saja di depan toko, di bawah pagar pembatas, di depan bedak semi permanen pedagang lainnya, di sudut pasar, di depan mobil parkir, atau di bawah tiang listrik atau pohon peneduh.
Pasar Tumpang memang telah direnovasi dengan gaya kekinian, namun bukan berarti gaya tradisional masyarakat dalam berdagang tergerus jaman. Memang kala pasar mulai sepi dari pedagang dan pembeli, wajah kumuh tampak terlihat jelas.Â
Di sinilah pemangku tanggungjawab harus mengambil alih kebersihan dan keindahan agar esok pagi pasar ini kembali menjadi tempat yang menarik untuk geliat perekonomian masyarakat desa khususnya mereka yang bermodal kecil.