Ia tetap tersenyum walau mendung terus menaunginya sepanjang ia berharap mentari sekejap meliriknya. Merah bibirnya yang merekah mungil masih saja tersungging dengan tatapan matanya yang sayu membalut harapan tersembunyi di balik wajahnya yang cantik.
Sang Bayu pun berbisik lembut,"Sudah kuajak pergi awan itu, namun ia tak beranjak karena ingin membasahi bumi ini."
"Tak usah kau menghiburku. Aku kan sabar menanti hingga saatnya nanti..." kata Mawar Merah menyembunyikan kesedihannya.
Angin berjalan sepoi membawa dinginnya udara yang dibawa awan. Rinai gerimis pun menetesi wajah Mawar Merah yang memendam lara harap datangnya kupu-kupu cinta.
Tetesan air matanya hilang sirna bersama hujan yang memusnahkan keharumannya. Namun Mawar Merah tetap mencoba tabah dan mekar berseri.
Sang Bayu terus merayu mega yang kini beranjak pergi tuk berbagi di lain negeri.
Mentari pun mengintip dan memberi seberkas cahayanya menghapus air mata Mawar Merah yang menanti kisah kasih bukan sekedar cerita.
Senja mulai datang seiring layunya bunga penuh penantian yang terus merekah merah.
"Aku kah Mawar Merah tak berduri yang terus merekah dalam lara menanti cinta asmara....?"sendu Sang Mawar pada Sang Bayu yang membawa harumnya ke seluruh pelosok desa
Sang Bayu terdiam. Mulutnya terkatup tak ada lagi kata hiburan selain senyum kecil kala seekor kupu kecil memeluk Sang Mawar Merah.
Mawar pun tak kuasa menolaknya kisah kasih yang dinantinya. Hingga daun bunganya mulai jatuh satu satu sebelum layu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H