Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kompasiana Bagaikan Sebuah Tarian Jaran Kepang

21 November 2017   19:28 Diperbarui: 21 November 2017   19:35 676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Enam tahun jadi kompasianer itu sesuatu yang luar biasa. Apalagi sudah centang biru dengan sebutan 'maestro' Sebutan yang dulu cuma olahragawan terhebat saja. Misalnya, maestro bulutangkis Si Rudy Hartono atau maestro catur Gary Kasparov.

Padahal tulisanku biasa-biasa saja bahkan ga ilmiah blaaas seperti tulisan maestro lainnya seperti Bang Pebrianov, yang selalu ringan tapi ngajak mikir. So, tulisanku jarang menembus angka empat digit seperti tulisan The King of Hab yang bisa menyedot perhatian dan membuat ngekek blantika musik jaranan K'ers yang dinamis dan menghentak.

Jaran Kepang di Kompasiana.

Anda pernah nonton seni tradisional Jawa yang bernama jaran kepang atau jathilan yang pemainnya bisa kalap? Kalo belum ublek-ublek tulisan saya yang jumlahnya cuma 514. Kompasiana itu sama persis  dengan permainan jaran kepang atau jathilan atau kuda lumping. Kompasianer adalah pemainnya. Entah sebagai penabuh kendang, kenong, bonang yang menabuh penuh hentakan yang dinamis dan membuat kalap, atau penarinya yang bisa kalap. 

Bahkan mungkin termasuk sang dukun yang membakar kemenyan untuk memberi semangat. Sedang Admin K, saya ibaratkan orang yang punya gawe dan nanggap jaran kepang. Hla penontonnya adalah 'silent readers'  Kompasiana. Mengapa saya membandingkan K sebagai ajang permainan jaran kepang?

Kalo mau dicermati, awal berdirinya K banyak tulisan dan komen yang bisa membuat para K'er kalap. Mungkin yang paling mudah diingat adalah EA, Nabi Palsu, AS, Pakde Kartono, dan Bvlgary. Siapa yang tak kenal gaya dan isi  tulisan mereka yang bisa menjadi irama kendang  dan komen-komen serta balasan mereka bagaikan bakaran kemenyan yang membuat kalap. Admin pun cuma bisa melongo dan   terpaksa meminta tuan rumah atau K untuk mengusir mereka yang bikin rusuh atau kalap tak terkendali seperti kerasukan 7 lelembut.

Bagaimana dengan K di luar dunia maya?

Seminggu yang lalu tetangga depan rumah punya hajat pernikahan anaknya. Sebagai penerima tamu saya pun menyambut tamu dengan tebar pesona senyum sana senyum sini yang belum tentu dibalas senyuman.

Bahkan saat sepi, tiada angin tiada hujan tiba-tiba saja ada 3 orang tamu ngrasani atau membicarakan kejelekan K dan Kompas sebagai biang masalah yang sering terjadi saat ini dengan berita dan artikel yang ditulis di media tersebut.

Hladaaaalaaah.... aku cuma ndlongop saja. Dan sebagai dukun jaran kepang saya tak mau dan tak mungkin kalap dengan jompa jampi yang keluar dari mulut emosional. Setelah puas ngoceh eh menghabiskan nasi rawon sajian dan segelas minuman, tiga tamu ini mohon pamit. Salaman dengan erat sambil berpesan sebaiknya stiker Kompas dan kompasiana yang ada di jendela rumah saya.

Weeeladalaaaah.....ternyata ada orang kalap karena K.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun