Peristiwa pemberontakan PKI di Madiun pada 1948 Â dan G30S 1965 memang menjadi salah satu peristiwa kelam yang mengerikan negeri ini. Komunisme yang tidak cocok dengan kehidupan masyarakat negeri kita mencoba dipaksakan oleh sekelompok tokoh untuk hidup berdampingan dengan masyarakat kita yang agamis. Korban pun berjatuhan sia-sia, padahal negeri ini baru saja merdeka yang seharusnya harus bersatu untuk membangun demi kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.
Sejak 1965, komunisme lewat PKI menjadi bayangan hitam yang semakin menakutkan. Menakutkan karena menjadi salah satu senjata oleh rezim saat itu untuk menggilas siapa saja yang berseberangan pandangan. Siapa pun, mudah sekali dicap PKI. Masyarakat pun menjadi kuatir jika berinteraksi dengan mereka yang dicap sebagai pengikut atau pendukung PKI. Stigma PKI atas keluarga keturunan yang terindikasi tapol PKI betul-betul membuat mereka tak bisa berkutik. Â Berita meninggalnya alias bunuh diri seseorang karena depresi atau tertekan dicap sebagai keturunan PKI kerap terdengar.
Uni Soviet dan Pakta Warsawa telah mati menyusul runtuhnya rezim komunis di Polandia pada awal 90an. Sejak saat itu pula komunis boleh dikatakan sudah masuk liang kubur. Apalagi RRT yang mengaku komunis toh kenyataannya sudah berhaluan kapitalis seperti negara-negara barat. Komunisme betul-betul tak mendapat tempat lagi di masyarakat dunia. Mungkin yang masih tersisa hanya Maois di Nepal atau komunis di Filipina, yang semakin lumpuh.
Komunis dan PKI memang telah membuat sakit bangsa ini, tetapi mengutak-utik luka lama akan membuat kita lupa pada masa depan. Sikap waspada perlu, tetapi mencurigai secara berlebihan timbulnya sebuah gerakan makar atau membangkitkan komunisme terlalu dini.
Jangan-jangan nanti ada petani membawa arit dan tukang kayu membawa palu dianggap keturunan atau mau membangkitkan PKI. Atau malah penulis yang sudah 30 tahun menjadi guru agama dan Pembina Pramuka dianggap simpatisan atau mau menyebarkan paham komunis gegara memakai teropong buatan Rusia yang bergambar palu arit!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H