Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pieta, Kasih Seorang Ibu

25 Maret 2016   12:22 Diperbarui: 25 Maret 2016   13:13 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Maria memangku jenazah Yesus/wikipedia.net"][/caption]

Tak ada kata yang terucap dari bibirnya yang telah membeku karena dinginnya malam hingga pagi yang terus menghujam dirinya. Bahkan saat, terik membakar seluruh warga Yerusalem serta emosi mereka yang membeci Yesus demikian membara. Hanya cacian dan makian yang ia dengar daripada kata-kata lembut yang menghiburnya.

Kala mendung menggelayut di atas Tanah Tengkorak, tak menyurutkan mereka terus memandang yang dianggapnya patut disalahkan atas semua peristiwa yang merobek kemapanan para pejabat. Mulai dari seorang gubernur hingga raja yang hanya boneka sang penjajah. Mulai dari pengkotbah dan ahli kitab suci. Dari aparat penarik pajak hingga prajurit yang tak tau harus berbuat apa, selain menjaga tiga tiang salib.

Maria, terus mengatubkan bibirnya. Tanpa air mata. Bukan tanpa kesedihan. Kering sudah air mata. Tetapi mata air kasih dalam hatinya terus membasahi PutraNya yang sekarat. Maria terus memandang pilu, PutraNya yang menengadah dan berseru lirih: “Ya Allah, ke dalam tanganMu Kuserahkan jiwaKu”

Keremangan cuaca di atas Yerusalem, semakin mengiris hatinya. Buah hatinya, terkulai lemas di pangkuan tanpa nyawa.

0 0 0 0 0

[caption caption="Seorang pemuda tanggung yang menjadi murid Yesus. Sumber: katakombe.net"]

[/caption]

Tak ada kata yang terucap dari bibir pemuda tanggung yang ada di bawah kayu salib itu. Bukan tanpa kesedihan. Tak ada lagi air mata yang telah terkuras melihat seorang ibu membisu seribu bahasa dalam lembah kedukaan.

Tak terpikirkan olehnya, mengapa para sahabatnya yang selama ini selalu bersama kini meninggalkan ia sendiri bersama Gurunya yang tak berdaya.

Tak terpikirkan olehnya untuk meninggalkan Tempat Tengkorak. Satu yang ia pikirkan, tak mungkin meninggalkan Maria menanggung sendiri kesedihan di lembah kedukaan. Tak mungkin ia pergi meninggalkan seorang wanita yang telah memberikan kasihnya yang begitu besar. Seperti kata Sang Gurunya: “Ibu, inilah anakmu…’

Yohanes, pemuda kencur. Pemuda tanggung yang tak pernah diperhatikan mereka yang merasa lebih tua dan dewasa. Namun di balik kepolosannya hanya dia satu-satunya muridNya yang ada di bawah salibNya. Seperti juga wanita yang sering diabaikan. Namun setia sampai akhir hayat menjemput yang dikasihinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun