Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Siapakah Pengkhianat Itu?

24 September 2015   11:19 Diperbarui: 24 September 2015   11:41 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pada akhirnya yang sok dan mempermainkan hukum akan terjengkang."][/caption]

Betapa kecewanya Gunawan Wibisono ketika permintaannya agar Rahwana, kakaknya, menolak mengembalikan Dewi Shinta yang telah diculiknya ke pelukan Sri Rama yang begitu mencintainya. Tak peduli Kumbokarno, adiknya, yang serupa dengannya pun juga tak senang akan perbuatan kakaknya yang merendahkan martabat seorang pemimpin. Hukum ada ditangannya justru digunakan untuk menunjukkan kekuasaannya bahwa ia bisa melakukan apa yang ia kehendaki.


Sang Kumbokarno tak tahan melihat kelakuan kakaknya yang penuh angkara murka memutuskan diri pergi bersemedi panjang dan berharap agar Dasamuka segera menyadari kesalahannya dan bertobat.


Gunawan Wibisono mengambil langkah berbeda dengan Kumbokarno. Sang Rahwana hanya pasrah kala WIbisono lebih senang memilih bergabung dengan Sri Rama yang mendapat bantuan dari Wadyabala Anoman. Bergabung untuk menunjukkan pada Sri Rama bahwa perseteruan yang terjadi bukanlah antara Alengka dan Ayodya tetapi lebih diakibatkan kepribadian Sang Rahwana atau Dasamuka yang lupa diri. Berpihak pada kebenaran dan melawan keangkuhan dan kesombongan serta kekuasaan bukanlah sebuah pengkhianatan pada keluarga apalagi sekedar pertemanan.


Tak dapat dielakkan pertempuran pun menghancurkan Alengka karena kesombongan Rahwana yang terlalu percaya diri akan kepandaiannya eh kesaktiannya. Kumbokarno yang tak mau negaranya hancur oleh bangsa lain pada akhirnya ikut berperang melawan wadyabala kera pimpinan Anoman. Bertempur bukan berarti membela perbuatan tercela Dasamuka sekalipun ia harus mati berkalang tanah di hadapan adiknya, Gunawan Wibisono yang berada di pihak Sri Rama.


Gunawan Wibisono hanya dapat meratapi kematian sia-sia Dasamuka yang termakan kesombongan dan Kumbokarno yang teguh membela negara.
                                                                   0 0 0 0 0


Siapa pun hatinya akan bergejolak jika melihat kejahatan terjadi di depan matanya. Tak terkecuali jika kejahatan itu dilakukan oleh orang-orang terdekat dengannya. Rasa kecewa dan perasaan gundah dengan seribu tanda tanya pun muncul dibenaknya. Mengapa kejahatan ini harus dilakukan oleh mereka yang selama ini selalu dianggapnya baik.


Hidup adalah pilihan. Makan buah simalakama sepait apa pun harus dilakukan daripada tersiksa oleh suara hati nurani yang terus mengetuk lembut namun membuat gelisah. Tak mau kejahatan atau kebrengsekan ada di depan matanya mengganggu kedamaian yang harus dijaga, maka pelaku pun harus diingatkan empat mata. Manusia memang kadang lalai karena keangkuhannya sebagai orang yang merasa dirinya kuat dan berkuasa sehingga sering menganggap remeh yang lain dan mengabaikannya. Maka teguran pun bukanlah sesuatu yang luar biasa untuk dilakukan. Teguran bukan hanya dengan ucapan bisa dengan tatapan mata atau bahasa tubuh. Namun bila tak dapat dicegah, pilihan penegakan hukum oleh aparat tak dapat dihindari.


Pengkhianatkah mereka yang melakukan hal ini? Salahkah Kumbokarno? Pengkhianatkah Gunawan Wibisono? Jika suara hati tumpul akan tak terjawab!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun