Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Parsel ala Masyarakat Desa

15 Juli 2015   08:24 Diperbarui: 15 Juli 2015   09:38 1879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap Hari Raya Lebaran dan Natal, isu tentang parsel hampir tak luput dari pembicaraan dan pemberitaan. Larangan dan himbauan agar para pejabat tidak menerima parsel selalu didengungkan oleh para pemerhati masalah korupsi. Tak terkecuali oleh KPK. Toh himbauan dan larangan hanya menjadi sebuah wacana saja. Banyak cara para pemberi untuk mengirim pada mereka yang dianggapnya pantas diberi dengan berbagai alasannya.


Biasanya pemberi parsel adalah mereka yang pernah diuntungkan dan sebagai ucapan terimakasih. Namun tak dapat dipungkiri, pemberian parsel juga ada maksud tersembunyi yang sangat diharapkan. Sehingga parsel bisa disamakan dengan upeti atau sogokan alias penyuapan. Inilah alasan mengapa KPK melarang pemberian parsel, karena dianggap bisa mengakibatkan tindakan korupsi.


Bicara tentang parsel, biasanya arah pikiran kita pada masyarakat perkotaan atau para pejabat dan kaum eksekutif saja. Padahal, kini mulai merambah warga pedesaan dan kaum pinggiran alias para buruh. Walau tidak seramai atau seheboh parsel perkotaan yang harganya sampai puluhan juta. Parsel dari pedesaan sungguh amat sederhana, yakni berupa hasil kebun dan sawah. Seperti pepaya, pisang, sayuran, bahkan gula pasir dan merah juga beras ketan. Sang pemberi biasanya adalah kaum buruh yang ingin mendapat perhatian dari ‘bos’nya atau buruh tani kepada juragannya. Setidaknya itulah yang lihat di desa dan saya alami selama kurang lebih 12 tahun ini.

[caption caption="Salah satu karyawan dengan membawa parselnya."]

[/caption]
Seperti biasa, karyawan bagian umum yang Muslim setiap 4 hari menjelang hari raya lebaran selalu mendapat THR dari kantor pusat sebesar lebih kurang 80% dari gaji bersih. Pada malam harinya, biasanya para karyawan ini langsung ke rumah saya membawa parsel seperti yang saya sebut di atas. Tujuannya selain mengucap terimakasih atas THR yang diterima ( padahal bukan saya yang memberi ) dan tetap dipercaya sebagai karyawan bagian umum serta ingin menukar uang baru. Nominal yang ditukar biasanya antara satu juta hingga dua juta rupiah. Padahal yang menukar biasanya sampai dua puluh orang. Ternyata uang baru hasil penukaran dijual kembali kepada tetangga desa dengan mengambil untung sekitar 5%. Tentu saja cukup laris daripada menukar uang di pinggir jalan yang dipotong 10%. Kreatif juga para karyawan kami!


Pemberian parsel kepada saya bukan hanya dilakukan menjelang hari raya lebaran. Tetapi juga pada hari lebaran itu sendiri. Bahkan yang datang lebih ramai, sekeluarga penuh. Istri atau suami dan anak-anaknya. Parselnya kali ini biasanya makanan atau kue ala desa, seperti tetel dan jenang atau ketupat. Sehingga kami bingung mau dikemanakan makanan dan penganan ini. Diberikan tetangga banyak yang mudik!
Kedatangan mereka selain mengirim parsel dan bersilaturahmi juga ada niat lain. Yakni berharap mendapat ‘sangu’ dari kami untuk keluarga yang diajaknya. Tak ada salahnya berbagi mereka yang selama ini membantu tugas kami. Mudah-mudahan saja tidak dilirik KPK.

Selamat mudik. Kiranya Tuhan memberkati dan melindungi perjalanan anda sekeluarga.
Selamat Hari Raya Lebaran. Semoga damai di hati dan damai di bumi. Rahayu basuki.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun