Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Arus Gerakan LGBT Dalam Perjuangan Mendapat Kesamaan Hak

4 Juli 2015   07:33 Diperbarui: 3 Februari 2016   16:16 948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di negara-negara maju terutama di belahan Eropa, di mana kebebasan hak individu demikian dihargai gerakan LGBT tidak dipandang sebelah mata. Para ‘penyandang’ LGBT begitu diterima dengan lapang dada sekalipun secara hukum untuk mengikat mereka yang saling mencintai dalam ikatan ‘perkawinan’ masih menjadi perdebatan serius. Beberapa negara memang telah menyetujui dan mensahkan undang-undang ‘perkawinan’ mereka.

Tetapi di negara-negara berkembang, di mana nilai-nilai budaya, etika, dan agama masih dijunjung tinggi, para ‘penyandang’ LGBT tidaklah diterima sepenuh hati. Bahkan, mereka merasa disingkirkan dalam pergaulan masyarakat. Sehingga mereka sering menyembunyikan keadaan sebenarnya, yang tentu saja menekan jiwa mereka dalam ketidaknyamanan seumur hidupnya.

Tak ada perkawinan LGBT tetapi penyatuan diri.

Kata ‘perkawinan’ dalam ikatan resmi bagi pasangan LGBT saya beri tanda petik, sebab secara hukum agama sebenarnya adalah ikatan pria dan wanita untuk membentuk keluarga dan melahirkan keturunan. Bahwa, setiap ikatan pria dan wanita dalam membentuk sebuah keluarga belum tentu melahirkan seorang anak atau keturunan adalah kasus yang berbeda. Maka istilah yang tepat sebenarnya bukan ‘perkawinan’ tetapi ‘penyatuan diri’

LGBT dalam budaya Jawa.

Dalam budaya lokal Jawa, khususnya kesenian ludruk dan reog dikenal adanya pasangan gay yang ikut dalam permainan mereka. Sebagian ‘penari tandak’ dalam ludruk diperankan oleh pria berkostum wanita yang adalah kaum gay yang juga menjadi pasangan salah satu pemain pria lainnya. Sedang dalam seni reog adanya para penari jaranan dari kaum muda pria yang berkostum wanita dan menjadi pasangan gay para warok yang dikenal dengan sebutan ‘gemblak’

LGBT dalam budaya India.

Dalam kisah Mahabarata, diceritakan bahwa pasangan atau istri ke dua Sang Arjuna sebenarnya bukanlah seorang wanita sesungguhnya tetapi seorang ‘wandu’ atau pria yang kewanitaan. Maka bisa ditarik sebuah pendapat bahwa sebenarnya Arjuna atau Janaka adalah penyandang ‘biseksual’
Dilihat dari pandangan di atas secara sepintas bisa digambarkan adanya kehidupan LGBT di negeri kita dan India sebenarnya telah ada sejak dulu.

Arus gerakan LGBT di Indonesia.

Pengaruh budaya dan pendidikan barat sedikit banyak membuka mata bagi masyarakat kita tentang kehidupan LGBT secara lebih terbuka. Jika selama ini mereka terutama kaum gay lebih menyembunyikan diri dalam kesenian mulai berani menampakkan diri sekalipun masih malu-malu kucing. Memang ada yang berani secara terus terang menampilkan diri secara terbuka dengan membentuk sebuah komunitas, misalnya GAYa Nusantara yang dulu cukup eksis di Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun