[caption id="attachment_355275" align="aligncenter" width="550" caption="Komunikasi untuk saling mengerti."][/caption]
Ketika sepasang kekasih memutuskan untuk hidup bersama membentuk sebuah keluarga yang sejahtera dan bahagiamaka akan berjanji atau bersumpah tetap saling mencintai. Sehidup semati mengarungi lautan kehidupan dengan bahtera perkawinan yang tak selamanya berjalan mulus dan indah. Gelombang badai dan jalanan terjal akan senatiasa menghadang yang dapat menggoyang keteguhan janji untuk selalu bersama yang pernah diucapkan. Menuding pasangan tidak becus, lalu membiarkan bahtera berlayar sendiri tanpa nahkoda dengan arah yang hanya mengikuti angin emosi. Serta tanpa mualim yang harus merawat mesin kapal agar dapat melaju dengan lancar menuju pelabuhan yang diharapkan.
[caption id="attachment_355282" align="aligncenter" width="450" caption="Makan bersama."]
Komunikasi yang seharusnya bisa menjadi penuntun sering menjadi sebuah perselisihan dan bahkan pertengkaran yang semakin membuat bahtera terombang-ambing. Tanpa kesadaran keduanya tentu akan membawa petaka dengan menghantamnya bahtera ke karang yang akan menghancurkan rumahtangga dan menenggelamkan anggota keluarga. Sungguh amat menyedihkan.
Uraian di atas terasa klise, namun kenyataan angka perceraian di negeri kita masih cukup tinggi dengan berbagai alasan. Hal yang cukup disesalkan adalah pemberitaan lewatinfotaiment di tivi seakan membenarkan perceraian para selebritis dengan alasan yang cukup sederhana: ‘tak ada kecocokan’
Selalu berdoa atau sembahyang bersama.
Berjalan bersama.
Benarkah ‘ketidakcocokan’ tak bisa diselesaikan dengan kompromi saling pengertian di antara mereka? Bukankah banyak pasangan yang bisa sehidup semati hingga kaki nini seperti mimi lan mintuna?
Dua hal yang sering terabaikan bagi mereka yang gagal dalam berkeluarga adalah komunikasi dan kebersamaan.
Komunikasi yang sering terjadi pada keluarga yang bercerai adalah permintaan salah satu pihak untuk dimengerti daripada memahami.
Kebersamaan sering terabaikan bukan karena ‘long distance relationship’ tetapi lebih cenderung salah satu merasa dirinya ‘paling segalanya’ dan pasangan tak pantas menemani atau menjadi sahabat dalam berbagi. Kebersamaan bukan hanya saat di tempat tidur. Berjalan bersama, makan bersama, doa bersama, wisata bersama, dan bekerja atau menyelasaikan pekerjaan rumah bersama-sama.
Banyak hal yang dapat kita lakukan agar bahtera keluarga tetap bertahan mengarungi kehidupan. Komunikasi dan kebersamaan jangan diabaikan.
Bekerja bersama-sama.
* Foto-foto koleksi dan njepret sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H