Pada masa kini, bicara tentang ‘kawin paksa’orang senantiasa akan berpikir pada masa lalu. Kira-kira pada jaman Siti Nurbaya, yang dipaksa menikah dengan lelaki tua karena jerat hutang kedua orangtuanya. Atau bahkan pada masa sebelumnya. Namun sebenarnya, tak dapat dipungkiri bahwa pada masa kini pun ‘kawin paksa’ masih sering terjadi. Entah itu dialami oleh mereka yang telah berpendidikan dan tinggal di perkotaan maupun kaum pinggiran. Hanya saja kadar keterpaksaannya setiap orang berbeda-beda.
Kali ini saya tidak bicara tentang istilah kawin paksa, terpaksa kawin, atau dipaksa kawin. Pada dasarnya perkawinan merupakan kesepakatan dua hati untuk menyatu dalam satu ikatan keluarga yang didasarkan pada kasih.
Ada beberapa alasan mengapa ‘seseorang’ terpaksa menikah atau kawin. Saya katakan disini ‘seseorang’ karena perkawinan yang sepihak sebenarnya bukan perkawinan yang sah!
1.Dijodohkan orangtua. Biasanya orangtua berharap anaknya mendapat jodoh yang sederajat atau lebih tinggi. Maka ketika ada seseorang yang menanyakan putrinya, tanpa pertimbangan matang meminta anaknya menyetujuinya.
2.Dipaksa orangtua, karena orangtua terlilit hutang piutang. Ini bukan hanya dialami kaum wanita tetapi juga dialami oleh pria yang ‘dipaksa’ untuk menikahi wanita hamil tanpa suami.
3.Tertangkap tangan oleh masyarakat dan tokoh masyarakat, sedang berduaan di tempat yang sepi. Masyarakat dan tokohnya sering tak ambil pusing dua insan ini melakukan perzinahan atau tidak.
4.Dipaksa oleh pasangan. Hlo kok bisa? Merasa dirinya berwajah biasa saja sedang pasangannya berwajah lebih cantik atau ganteng. Atau pasangan lebih mapan dan sudah bekerja daripada didahului orang. Maka ketika kekasih bertanya ‘ Kamu serius nggak denganku? Aku gak mau main-main. Kalo serius kapan kita menikah?’ Nah, daripada dia pergi…..
5.Takut disebut ‘jejaka tua atau perawan tua’.
6.Kebablasan dalam kehidupan bebas sehingga hamil di luar pernikahan. Saya tak setuju dengan istilah ‘kecelakaan atau marriage by accident’ hla wong dilakukan berdua kok….
7.Korban pelecehan atau perkosaan.
Kasus perkawinan di atas jelas keputusan untuk membentuk keluarga bukan karena panggilan hati sepenuhnya. Sekali lagi, sekalipun kadarnya berbeda.
Perkawinan yang baik adalah perkawinan yang didasarkan pada kasih, kematangan jiwa, dan kedewasaan rohani seseorang.
Tembang macapat ini barangkali dapat menjadi pertimbangan bagi kaum muda sebelum melangkah ke jenjang perkawinan.
Gegarane wong akrami
Dudu bandha dudu rupa
Lamung ati kawitane
Luput pisan kena pisan
Yen gampang luwih gampang
Yen angel angel kalangkung
Tan kena tinumbas arta
- - - -artinya - - - -
Bekal orang menikah ( membentuk keluarga )
Bukan harta ( kekayaan ) bukan wajah nan rupawan
Hanya hati ( saling mencintai ) yang mendasarinya
Mudah lepas namun mudah didapat
Dianggap mudah juga mudah digapai
Namun juga sulit diraih
Yang tak dapat dibeli ( diraih ) dengan uang ( harta )
Mau menikah? Persiapkan segala sesuatunya dengan baik, bukan sekedar pesta yang meriah tetapi bekal mengarungi samudra dengan bahtera cinta.
"...yang disatukan Allah janganlah diceraikan oleh manusia..."
-
-
foto2 dhewe
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H