Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seni Tari Tayub

26 Maret 2014   22:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:25 1469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_300764" align="aligncenter" width="400" caption="Sedikit seremonial sebelum dimulai, penari memberikan sampur kepada Lurah."][/caption]

Tari Tayub merupakan tari tradisional yang berkembang di daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Sekalipun sebagai tari pergaulan, tari ini lebih sering dipentaskan pada malam hari antara jam 10 – 2 dini hari dan diikuti oleh kaum pria dewasa. Pementasan tari ini biasanya dilakukan setelah pesta perkawinan, sunatan, dan bersih desa.

Sebagian tokoh masyarakat dan agama pernah menentang pementasan Tari Tayub karena dianggap sering menjadi sumber keonaran dan menjadi ajang pelacuran tersembunyi. Bisa dimaklumi, karena pada masa lalu setiap orang ( pria ) yang mendapat selendang ( Jawa:ketiban sampur ) dari penari ( wanita ) Tayub maka diperkenankan berjoged bersama. Sebagai rasa terima kasih, pria yang ketiban sampur memberi uang ( Jawa: saweran ) kepada penari Tayub dengan cara menyisipkan dikotang mereka. Masalahnya timbul, saat pria yang ketiban sampur dan telah memberi uang tak mau segera bergantian dengan pria lain yang juga ingin berjoged. Sehingga terjadilah pertengkaran, apalagi dalam setiap pementasan biasanya disajikan tuak atau arak yang dapat membuat mabuk para peserta Tayub.

[caption id="attachment_300765" align="aligncenter" width="400" caption="Pak Lurah dan salah satu tokoh masyarakat berjoged dulu, sedang penari Tayub hanya mengiringi dengan sebuah tembang."]

1395822516341322029
1395822516341322029
[/caption]

[caption id="attachment_300766" align="aligncenter" width="400" caption="Peserta yang telah terdaftar dipanggil dan memberikan saweran pada penari Tayub."]

1395822678341391284
1395822678341391284
[/caption]

Tayub: ditata supaya guyub.

Para seniman, budayawan, tokoh masyarakat, dan agama akhirnya menyepakati bahwa Tari Tayub tak mungkin dihapus dari budaya lokal. Keputusan pun diambil setiap orang yang ingin menari atau berjoged Tayub harus mendaftarkan diri dulu kepada anggota kelompok penari Tayub dan langsung memberi saweran yang telah disepakati serta tidak boleh lebih atau kurang. Lama berjoged pun hanya sekitar 5 – 7 menit saja dan pesertanya bukan hanya pria ( dewasa ) tetapi juga para wanita. Terpenting tidak boleh berjoged dengan gaya yang seronok serta menyentuh tubuh penari lainnya. Minuman keras memang masih sulit dihindari namun pembatasan jumlah yang harus diminum akan diawasi oleh masyarakat sendiri. Sehingga mabuk-mabukan sampai teler jarang terjadi lagi. Dari sinilah kemudian muncul akronim atau istilah baru dari kata Tayub berarti ‘ditata supaya guyub’.

[caption id="attachment_300767" align="aligncenter" width="400" caption="Pria wanita, tak harus suami istri diperkenankan menari bersama."]

1395822781458226948
1395822781458226948
[/caption]

[caption id="attachment_300769" align="aligncenter" width="400" caption="Minta ijin dahulu pada dahnyang desa atau pendiri desa di sebuah punden."]

13958229161089029482
13958229161089029482
[/caption]

Sejarah Tari Tayub.

Penulis belum menemukan bukti empiris ( relief candi ) atau serat yang menceritakan suatu peristiwa dengan menyebutkan sebuah pementasan Tari Tayub pada masa kerajaan. Hanya saja dalam sebuah cuplikan dari Babad Tanah Jawi dikisahkan seperti ini:

Ketika Mataram menjadi sebuah wilayah yang lebih makmur, Pajang mulai ditinggalkan warganya. Sultan Hadiwijaya didorong oleh para penasehatnya agar segera menggempur Mataram yang dianggapnya akan memisahkan diri setelah membangun benteng. Maka diutuslah putranya, Pangeran Benawa untuk menemui Ki Ageng Pemanahan di Mataram. Ternyata di Mataram Pangeran Benawa bersama pasukan Pajang dan Tuban disambut hangat oleh Senapati Mataram. Pada malam harinya, mereka dijamu dengan aneka makanan dan minuman arak serta diajak berjoged bersama.

Bengi iku, Senapati Mataram mahargya rawuhe Pangeran Benawa saka Pajang. Pasugatane tansah sarwa mirasa tur mbanyu mili. Para wadyabala Pajang lan Tuban sing ana njabane pendhapa uga suka-suka jejogedan lan nginum arak…..

[caption id="attachment_300770" align="aligncenter" width="400" caption="Jangan iri ya....aku membawa 2 penari Tayub!"]

1395823024150448376
1395823024150448376
[/caption]



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun