Mohon tunggu...
Mbah Ukik
Mbah Ukik Mohon Tunggu... Buruh - Jajah desa milang kori.

Wong desa

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengenal Sindhen, Penyanyi Tembang Jawa Klasik

3 Mei 2014   05:11 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:55 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1399042486986189980
1399042486986189980

Sindhen adalah seorang penyanyi wanita yang menyanyikan lagu-lagu klasik Jawa dengan iringan gamelan atau karawitan. Sekali pun demikian, kadang para sindhen diiringi dengan penyanyi latar atau waranggana pria. Hanya saja, waranggana pria kadang bukan hanya menyanyi tetapi juga menabuh atau menggunakan alat musik lainnya, misalnya: rebab ( biola Jawa ) atau gender.

Pada masa lalu, kebanyakan sindhen merupakan penyanyi tunggal terutama pada saat mengiringi pementasan wayang kulit dan wayang orang. Kini, sindhen sering tampil lebih dari 3 orang bahkan sampai 10 orang. Tujuannya agar pementasan wayang kulit lebih menarik dengan ditampilkannya para wanita cantik dengan suara yang merdu mendayu. Selain itu, para sindhen sering diajak berdialog dengan dalang dalam acara goro-goro. Pada acara ini biasanya para sindhen juga menerima permintaan lagu macapatan dan campursari dari para penonton atau tuan rumah yang mengadakan hajatan atau pejabat yang menanggap.

Para sindhen duduknya di sebelah kanan dalang dengan menghadap penonton hal ini hanyalah sebagai daya tarik saja. Bukan karena ada filosofi tertentu. Jika duduk di sebelah kiri dalang tentu akan terganggu oleh suara kepyek dan peti yang dihentak-hentak dalang saat memainkan wayang. Bisa juga terganggu oleh gerak wayang oleh dalang dalam sebuah pertarungan. Menurut, pengamatan penulis ki dalang sering memainkan tokoh yang menang dengan tangan kanan. Sedang tangan kiri sering memegang tokoh yang kalah dan dilempar ke arah kiri dalang. Bisa dibayangkan jika salah satu wayang disabetkan dalang mengenai para sindhen.

Pesindhen muda.

[caption id="attachment_305794" align="aligncenter" width="450" caption="Sebelum tampil."]

13990426761526986048
13990426761526986048
[/caption]

[caption id="attachment_305796" align="aligncenter" width="450" caption="Saat tampil didampingi yang berpengalaman."]

1399042718945306196
1399042718945306196
[/caption]

[caption id="attachment_305800" align="aligncenter" width="450" caption="Meninggalkan panggung walau tampil hanya selama 3 jam."]

1399042764221299885
1399042764221299885
[/caption]

[caption id="attachment_305802" align="aligncenter" width="450" caption="Pesindhen muda ( kanan ) masih kelas 6 SD."]

1399042832765614481
1399042832765614481
[/caption]

[caption id="attachment_305807" align="aligncenter" width="450" caption="Pesindhen muda ( tengah ) lulusan SMKI Surakarta."]

13990428961481563265
13990428961481563265
[/caption]

Dulu, sindhen duduknya di dekat dalang. Ini tujuannya untuk mempermudah atau memperlancar dalam dialog saat goro-goro atau melantunkan tembang-tembang permintaan dalang yang harus diiringi dengan suara latar waranggana pria yang merangkap menabuh gender atau menggesek rebab.

Dalam olah suara atau melantunkan tembang klasik Jawa dengan iringan karawitan bukanlah sesuatu yang gampang seperti dalam musik barat. Karena dalam tembang klasik Jawa dikenal juga pentatonis. Sedang penyanyi wanita barat (modern) mungkin hanya dikenal sopranis atau alto.

Ada pandangan miring dari sebagian warga bahwa sindhen adalah wanita murahan ( seperti juga penari tradisional: tandak atau penari tayub ) karena bisa dibawa setelah pementasan. Pandangan tanpa dasar ini merupakan kekeliruan karena pada masa lalu seorang pesindhen memang kebanyakan merupakan istri dari dalang atau salah satu penabuh karawitan.

139904297874815981
139904297874815981

1399043014964811984
1399043014964811984

13990430591421880485
13990430591421880485
Ketertarikan seorang wanita menjadi seorang pesindhen hanya untuk memenuhi panggilan hati untuk mempertahankan kesenian tradisional, sebab secara ekonomi tidak ada keuntungan yang didapat. Pendapatan atau honor seorang sindhen sekali tampil untuk tingkat kelurahan paling banyak 200 ribu. Tingkat kecamatan 300 – 400 ribu. Tingkat kota dan provinsi paling banter 500 – 600 ribu. Jika harus dipotong beaya make up ( dan sewa kebaya ) di rumah rias sekitar 75 – 100 ribu serta ongkos transport latihan 2 kali setiap minggu yang latihannya antara jam 8 – 12 malam tentu tak ada untungnya.

Sekarang mencari pesindhen memang agak sulit, terutama dari kaum muda wanita. Bukan karena tak ada potensi atau regenerasi. Tetapi potensi tersebut terkendala waktu tampilan. Banyak kaum muda wanita yang kini mulai tertarik dan belajar menjadi sindhen baik melalui jalur pendidikan formal ( SMKI ) maupun lewat sanggar-sanggar atau padepokan kesenian. Hanya saja, mereka banyak yang bekerja menjadi karyawati sehingga tak berani tampil hingga dini hari dalam pementasan wayang kulit. Ini tentu saja untuk menjaga profesionalisme sebagai seorang karyawati. Jalan tengah pun diambil dengan menampilkan mereka sebelum acara goro-goro pada wayang kulit. Kecuali pada pementasan acara klenengan atau uyon-uyon dan wayang kulit pada siang hari yang jarang sekali.

[caption id="attachment_305814" align="aligncenter" width="450" caption="Panembrama atau koor tembang Jawa klasik dengan iringan karawitan."]

13990431291184466402
13990431291184466402
[/caption]

[caption id="attachment_305816" align="aligncenter" width="450" caption="Pesindhen dengan backsound waranggana pria."]

1399043222311242464
1399043222311242464
[/caption]

[caption id="attachment_305817" align="aligncenter" width="450" caption="Penabuh gender merangkap sebagai backsound atau waranggana pria."]

1399043279725630564
1399043279725630564
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun