Dalam permainan seni budaya tradisional, misalnya jaran kepang atau kuda lumping, bantengan, ndolalak, reog, dan beberapa kesenian lainnyan ada satu sesi dimana ( para ) pemainnya bisa mengalami kesurupan atau kerasukan. Sehingga mereka bisa melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan dalam keadaan biasa atau normal. Misalnya: makan beling atau pecahan lampu, serpihan genteng, ares ( batang pohon pisang ), memanjat pohon kelapa atau mengupas kulit kelapa begitumudah dengan giginya dan cepat. Berlagak atau bertingkah laku seperti celeng atau babi hutan, banteng, harimau, monyet, dan kuda. Serta bisa bicara dengan logat atau gaya orang lain. Dan, jika mereka diganggu oleh orang lain dengan siulan atau kata-kata ejekan, melecehkan, serta merendahkan kekuatannya maka dia akan marah. Inilah yang disebut dengan istilah kalap atau dalam istilah Jawa disebut ‘ndadi’
Bagaimana seseorang bisa kesurupan atau kerasukan? Benarkah mereka kerasukan mahluk halus?
Pada kelompok kesenian daerah biasanya selalu di bawah naungan seseorang yang dianggap mempunyai kemampuan dan kekuatan lebih ( daripada anggotanya ) dan menguasai mantra tertentu serta dinilai cukup berwibawa. Mereka ini biasanya dianggap sebagai sesepuh atau orang yang dituakan dan dihormati. Selain itu ada juga seseorang atau beberapa orang pemain yang cukup setara dengan gurunya. Mereka inilah yang cukup berperan untuk membuat para pemain bisa kesurupan atau kerasukan serta menyadarkannya.
Sebelum permainan dimulai selalu diawali dengan persembahan sesaji dengan membacakan doa-doa tertentu oleh seorang dukun atau sesepuh kelompok permainan tersebut. Selanjutnya akan dibisikkan mantra-mantra tertentu kepada pemain yang bersedia kerasukan. Karena pengaruh kewibawaan dan kepercayaan yang tinggi akan guru atau dukunnya atau bahkan mungkin karena tekanan untuk dapat menampilkan diri sedemikian kuat maka pemain tersebut bisa kehilangan kesadaran dan menjadi kesurupan. Jika dalam waktu tertentu ternyata dia belum bisa kesurupan maka dia akan terus berusaha menari serta terus menekan kesadarannya sendiri hingga kehilangan kesadarannya atau setidaknya kesadarannya menjadi tipis. Pada saat inilah, orang lain atau penonton menganggapnya kerasukan mahluk halus.
Seorang pemain yang demikian menguasai atau menjiwai sebuah seni, jika melihat dan mendengar tetabuhan musik ( bukan rekaman ) yang mengiringi bisa saja langsung terpanggil untuk menari dengan penuh semangat. Namun ia biasanya tidak bisa ( dapat juga dikatakan tidak mau ) kesurupan karena tidak ada sesepuh atau teman yang sekelompok atau seperguruan. Karena dikuatirkan sesepuh yang berbeda perguruan tak sudi menyadarkannya.
Misteri kerasukan dalam sosial budaya masyarakat.
Dalam kegiatan yang bersifat massal dan berlangsung cukup lama biasanya ada suatu kejadian di mana seorang peserta mengalami hysteria. Hal ini dialami karena capai, harapan dan tujuannya tidak tercapai, atau merasa terabaikan oleh rekan-rekan kelompoknya yang juga mengalami hal yang sama sehingga merasa tertekan sehingga kehilangan kesadaran. Mereka yang mengalami hal ini akan berteriak-teriak dengan kata-kata yang sulit dipahami. Agak sulit dimengerti bagaimana mereka bisa mengenal orang lain yang sebelumnya tidak diketahui atau menirukan logat orang lain. Misalnya menjadi seorang bayi, anak-anak, atau nenek-nenek.
Bila ada seseorang yang mengalami demikian, sebaiknya ia segera dibawa ke tempat yang nyaman serta ditenangkan dengan kata-kata sejuk yang menghibur. Penolong harus bersikap tenang dalam bertindak dan jangan mempunyai anggapan bahwa penderita sedang mengalami sesuatu yang gawat dan gangguan atau kerasukan mahluk halus. Anggapan demikian justru akan menjadi beban bagi penderita sehingga ia akan memberontak dengan berteriak-teriak. Serta meronta-ronta jika dipegang atau sekedar disentuh.
Tak bisa dipungkiri, ketika seseorang mengalami hysteria, sering terjadi ada beberapa orang yang merasa dirinya mempunyai kemampuan lebih, lalu dengan rasa percaya diri yang tinggi mereka bersama-sama ( walau tanpa kesepakatan bersama ) komat-kamit membaca doa atau mantra seakan mengusir mahluk halus. Kenyataannya penderita semakin kesurupan dan menjadi kalap.
Orang sehat juga bisa kerasukan.
Seseorang yang mempunyai sebuah obsesi yang tinggi akan harapan dan tujuannya yang ingin dicapainya, serta merasa mempunyai kemampuan dan dukungan yang dapat dihandalkan maka ia berusaha merengkuh dengan segala kekuatannya. Akan menjadi masalah jika obsesinya tidak tercapai dan tidak mau menerima kenyataan yang terjadi serta berusaha meraihnya dengan segala cara. Apalagi orang-orang di sekitarnya yang peduli serta mempunyai pamrih tertentu ikut memberi dukungan untuk melawan kenyataan yang ada. Semakin membahayakan dirinya bila dukungan dari belakang menjadi bisikan-bisikan menyesatkan sehingga menurunkan kesadaran. Maka tak pelak ia akan menjadi kesurupan bahkan bisa juga menjadi semakin kalap dengan melontarkan kata-kata yang tak bermakna dan sulit dipahami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H