Mohon tunggu...
Korniawan Arif
Korniawan Arif Mohon Tunggu... lainnya -

sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berawal dari Pagi, hingga Adzan Subhuh Mengakhiri Kisah Kami

13 Juli 2014   06:17 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:30 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14051816651066843341

seperti ini. kental darah seperti menggumpal, nafas seperti tercekik, lunak lidah seperti mengeras. sebelumnya, seperti biasa saya hanya cuci kaki lalu bergegas dari kamar mandi. begitu hebatnya rasa itu, entah berapa lama saya terpaku.
angin dari mana yang membawamu kemari setelah nyatanya kita bukan lajang lagi? rumput masih basah, bunga di taman ini juga merekah. meski sinar mentari terhalang kabut, pagi itu kamu berikan senyum yang pernah bikin saya kepincut. senyum yang sama, yang mungkin hilang sejak lama.
ini pertemuan kali pertama kami semenjak pertengkaran 5 tahun lalu terjadi. saya masih terpaku, hingga perempuan ini menghampiri lebih dekat dan memeluk erat. tubuhnya hangat, aroma wanginya menyengat. aliran darahku kembali normal, nafas perlahan lega. namun suasana itu menjadi sangat hening entah karena saya rindu dekapan itu atau lidah ini yang masih kaku.
sesaat, saya coba memecah keheningan
, namun ucapan selamat pagimu mendahului upayaku. perlahan saya longgarkan tangan, hingga bisa meraih wajah manisnya. mata kami bertemu dalam binar tatapan rindu, sampai tangannya pun juga menyentuh kedua pipiku. kukecup dahinya sebagai balasan ucapan selamat paginya.
matahari belun juga meninggi dan pasar sayur seberang masih ramai. langganan saya, penjual sayur samping warung kopi. ini rutinitas saya hampir di tiap pagi. saya mengajaknya belanja, memilih bahan masakan sesukanya, dan nantinya bisa dimasakin menu istimewa.
di dapur, kami sepakat bikin urap dan ayam goreng untuk sarapan. pastinya, saya hanya bikin secangkir kopi dan tinggal nunggu sarapan siap. setahu saya, kopi racikannya kurang mantab, dan saya pahan bahwa kopi bikinan istri saya yang lebih nikmat.
sesekali, kami beradu pandangan. tak ada yang berubah dari dirinya. pesonanya, anggunnya, luwesnya, masih tetap sama sejak kami berkenalan.
saya menatapnya lebih jauh dan ternyata saya terpikat. saya ragu mendekat meski saya tahu sedang jauh dari istri. hanya kopi ini yang mampu memalingkan mataku dan kunikmati bersama sebatang rokok. seakan wajah istri muncul di dalam cangkir di tiap sruputan, sedangkan wanita yang didapur seolah menari-nari di ujung asap rokok. aduuh, pikiranku sedang kacau. aku cinta kopi, tapi rokok bisa sangat mencanduiku. banyak suara setan membujukku saat itu, bahkan sama sekali tak ada malaikat yang berusaha mengingatkanku.
oh, ternyata salah... hampir terbujuk suara setan, suara malaikat terdengar pekak di telinga. ternyata Adzan sudah berkumandang. lekas saya terbangun dari tidur dan mengambil wudlu untuk sholat shubuh.

[caption id="attachment_333319" align="alignleft" width="689" caption="SUASANA PAGI_KORNIAWANARIF-2012"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun