Waduh, telat, rek! Maaf,maaf...
Perjumpaan tak sengaja dengan seorang teman lama di pojok Goedangweg membuatku terlambat beberapa menit dari jadwal keberangkatan ke Pasuruan.
Sabtu pagi tanggal 14 Desember 2024 itu mendung. Dalam hati aku berdoa supaya langit berbaik hati dan menahan turunnya hujan selama kami di Pasuruan. Setelah kehujanan berkali-kali sehari sebelumnya di Sidoarjo, aku tak yakin bisa survive kalau hari itu berbasah-basah lagi.
Teman-teman dari Indonesia Cultural Heritage sudah menunggu di kedai kopi.
Tanpa buang waktu, kami berangkat. Dear Pasuruan, tunggu kami, ya!
Mengapa Pasuruan?
Konon, kota kecil ini menyimpan hidden gem yang menarik disambangi. Mari kita buktikan.
The first gem yang kami kunjungi adalah Klenteng Tjoe Tik Kiong di Jalan Lombok. Pengelola Klenteng, bapak Yudi Dharma Santosa, menyambut kami dengan ramah.
Klenteng Tjoe Tik Kiong didirikan pada tahun 1625. Tidak hanya merupakan tempat ibadah Tridharma, namun juga tempat aktivitas bagi etnis Tionghoa. Klenteng ini juga menjadi salah satu tempat berkumpulnya warga Pasuruan untuk beraktivitas, mengindikasikan leburnya Klenteng dengan masyarakat.