Bila ditanya kenapa aku bergabung dengan Kompasiana, jawabanku dijamin sama dengan sebagian besar Kompasianer lain: untuk "sharing and connecting".
Tapi khusus untukku, bergabung dengan Kompasiana bukan sekedar "sharing and connecting". Ini caraku untuk "sharing and connecting" (terutama untuk "connecting") dengan my bestfriend for 35 years, the one and only, Aurora Borealisa.
Kami tumbuh besar bersama. Aku kenal dia sejak kami belum bisa buang ingus sendiri. Sejak rambut dia kepang dua, dan rambutku "model helm" alias mirip Dora The Explorer.
Tidak seperti konsep persahabatan pada umumnya, kami tidak selalu runtang-runtung berdua, tidak selalu bersama-sama terus. Memang sih, kami bersekolah di TK, SD, dan SMP yang sama. Tapi selepas SMP, kami bersekolah di tempat berbeda. Waktu kuliah pun, walaupun masuk universitas yang sama, kami beda fakultas sehingga tidak selalu bisa bertemu.
Kami makin jarang bertemu setelah sama-sama lulus kuliah. Dia bekerja dulu baru menikah, sementara aku menikah dulu, baru bekerja. Apalagi kemudian dia diboyong suaminya nun jauh ke wilayah Jabodetabek.
Kata orang, persahabatan bisa bubar antara lain karena kendala jarak, waktu, dan frekuensi pertemuan. Buatku, jarangnya kami bertemu justru memberi kami ruang untuk tumbuh dan berkembang menjadi diri kami sendiri. Dia dengan dunianya, aku dengan duniaku. Tidak seperti orang lain, kami tidak selalu bersama ketika sedang bermasalah sehingga jarang bisa curhat on-the-spot. Seringkali kami justru bertemu ketika masalah sudah selesai dan ada hikmah yang bisa diambil. Ketika akhirnya ada waktu dan kesempatan untuk "connect" lagi, kami tidak sekedar berbagi cerita, melainkan juga berbagi pengalaman dan pelajaran hidup.
Belakangan, sekedar SMS, saling menelepon, dan ber-YM-ria tidak cukup lagi untuk menjembatani jarak, waktu, dan jarangnya frekuensi pertemuan kami. Saat itulah Kompasiana masuk dalam dunia kami.
Karena sudah lebih dulu kenal Kompasiana dari teman SMA yang jadi Kompasianer, aku bergabung lebih dulu. Selang beberapa hari, aku hubungi Aurora, mengajaknya bergabung juga. Aku tahu dia pasti tertarik karena sudah sejak lama dunia tulis-menulis menjadi passion-nya. Dibandingkan aku yang penulis angot-angotan, dia penulis yang produktif (belakangan terbukti dia rutin menulis fiksi).
Buatku, membaca tulisan-tulisannya di Kompasiana bukan sekedar obat kangen, melainkan juga "alat deteksi dini" bahwa dia sehat dan bahagia nun jauh di sana. Yah, kalaupun sedang ada masalah, paling tidak aku yakin, kalau dia masih bisa bikin tulisan, berarti dia baik-baik saja. Kalau dia tidak menulis, berarti "something wrong".
Membaca interaksinya dengan para pemberi komentar di lapaknya juga membuatku banyak belajar (lagi) tentang sahabatku itu. Bahwa dia tetap galak (haha!), tetap pecinta musik terutama musik klasik (hampir tiap tulisan ditempeli lagu yang kadang-kadang bikin laptopku lemot), punya energi berlebih untuk menulis (idenya bikin fiksi tidak habis-habis), romantis abis (fiksinya sebagian besar cinta-cintaan, padahal dia ngakunya tidak romantis), dan sociable (friendlist-nya lebih panjang daripada friendlist-ku), adalah beberapa di antaranya. Rasanya hampir seperti having her in person... yang jeleknya, seringkali bikin makin kangen, terutama kangen mencela-cela dia (waks! Kabooorr!).
Tanggal 14 Nopember 2013 adalah tepat setahun Aurora Borealisa bergabung di Kompasiana. Happy anniversary! Semoga tidak kapok menulis, walaupun pernah ada insiden tulisannya dibajak orang tidak bertanggung jawab. Oya, dan selamat ulang tahun juga yaaa... (kapan lagi kaaaannn... ultah dirame-ramein di Kompasiana! Wakakakakakakakakaka...).